Geser kebawah untuk baca artikel
BisnisEnergiHeadline

100 Hari Prabowo: Komitmen Swasembada Energi Masih Abu-Abu

×

100 Hari Prabowo: Komitmen Swasembada Energi Masih Abu-Abu

Sebarkan artikel ini
100 hari prabowo komitmen swasembada energi masih abu abu kompres
Kritik tajam terhadap 100 hari kerja Prabowo di sektor energi mengungkap kendala swasembada energi dan lambatnya pemanfaatan energi terbarukan.

JAKARTA. Bursa.NusantaraOfficial.com – Seratus hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menuai kritik dari berbagai pihak, khususnya terkait sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM). Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, memberikan catatan penting tentang belum terlihatnya langkah nyata menuju swasembada energi, salah satu janji utama kampanye Prabowo.

Fahmy menjelaskan, hingga saat ini, swasembada energi baru sekadar perencanaan dan pembangunan infrastruktur. Realisasi dari target ambisius tersebut diperkirakan baru akan tercapai dalam 4 hingga 5 tahun ke depan. Hal ini menjadi sorotan tajam, mengingat komitmen besar Prabowo untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke energi baru terbarukan (EBT).

“Tentunya belum ada hasil riil sektor ESDM yang dicapai dalam 100 hari. Prabowo baru menyatakan komitmen untuk mencapai swasembada energi dalam 4-5 tahun dengan mengembangkan energy resources yang berlimpah menjadi EBT,” ujar Fahmy saat diwawancarai pada Senin (27/1/2025).

Kebijakan Kontradiktif Menteri ESDM

Kritik lain muncul terhadap kebijakan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang dinilai tidak sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo. Bahlil lebih fokus pada peningkatan produksi minyak siap jual (lifting) dan target produksi batu bara, yang bertujuan untuk menekan impor minyak. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan upaya mencapai swasembada energi berbasis sumber daya hijau.

Menurut Fahmy, kebijakan menggenjot lifting minyak hingga 600 ribu barrel oil per day (BOPD) pada 2025 memang menunjukkan hasil dalam waktu singkat. Namun, langkah ini mencederai komitmen Prabowo yang ingin membangun kemandirian energi melalui EBT. “Kebijakan ini bertentangan dengan semangat swasembada energi berbasis EBT. Fokus seharusnya diarahkan pada pengembangan potensi energi hijau,” tegas Fahmy.

Potensi EBT yang Belum Tergarap Maksimal

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, mencapai 3.687 gigawatt (GW) berdasarkan data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Sayangnya, realisasi pemanfaatan EBT hingga akhir 2024 baru mencapai 14 GW, atau sekitar 0,38% dari total potensi.

Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa meski terdapat kenaikan persentase bauran EBT menjadi 14,1% pada 2024 dari sebelumnya 13,09%, angka ini masih jauh dari target 23% yang dicanangkan untuk 2025. Eniya menyoroti berbagai tantangan dalam pemanfaatan EBT, termasuk teknologi, infrastruktur, dan investasi yang masih minim.

“Potensi dari EBT kita itu 3.687 GW atau 3,6 TW. Namun, saat ini yang ter-install baru 14 GW. Pemerintah menyadari besarnya potensi ini dan terus berupaya memaksimalkannya,” ujar Eniya dalam sebuah acara di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Upaya Pemerintah dan PLN

Pemerintah, bersama PT PLN, tengah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Dokumen ini diharapkan dapat memperbanyak listrik berbasis pembangkit hijau, sejalan dengan komitmen untuk meningkatkan bauran EBT. Menteri ESDM, Bahlil, saat meresmikan PLTA Jatigede di Sumedang, mengungkapkan optimisme bahwa target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 dapat tercapai.

Namun, pengamat menilai langkah-langkah konkret yang diperlukan untuk mengembangkan EBT, seperti insentif investasi dan pengembangan teknologi, masih belum terlihat. Banyak pihak mendesak pemerintah untuk segera mempercepat eksekusi kebijakan agar potensi EBT tidak hanya menjadi wacana belaka.

Swasembada Energi: Realita atau Ambisi?

Kritik terhadap pemerintahan Prabowo menunjukkan bahwa mencapai swasembada energi bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat, kementerian terkait, dan sektor swasta. Langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk mengubah potensi besar EBT menjadi realitas yang mendukung kemandirian energi Indonesia.

“Kita tidak bisa hanya mengandalkan janji atau target tanpa ada tindakan nyata. Pemerintah harus fokus pada pengembangan infrastruktur dan regulasi yang mendukung pemanfaatan EBT,” tutup Fahmy.

Ikuti media sosial kami untuk update terbaru