Permintaan Asia Jadi Penopang Utama
JAKARTA, BursaNusantara.com – Harga batu bara global kembali mendapat sorotan setelah proyeksi pekan ini menunjukkan potensi bertahan di level tinggi.
Kondisi tersebut didorong oleh tren permintaan dari dua negara konsumen terbesar dunia, yakni China dan India.
Data terbaru menunjukkan penggunaan pembangkit listrik berbasis fosil di China melonjak pada Juli.
Peningkatan itu bahkan menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2024, menandakan kebutuhan energi di negara tersebut belum beralih signifikan ke sumber energi bersih.
Di India, permintaan juga berpotensi melonjak akibat penurunan drastis produksi domestik pada Juli.
Produksi turun lebih dari 12% secara tahunan dan hampir 18% secara bulanan, memicu kekhawatiran pasokan di dalam negeri.
Proyeksi Teknis Harga Pekan Ini
Research and Development ICDX, Girta Yoga, memprediksi harga batu bara masih akan bergerak dalam rentang ketat.
Resistance diperkirakan berada di kisaran US$ 112,5 – 114,5 per ton sepanjang pekan ini.
Sementara itu, jika muncul katalis negatif, harga dapat menguji support di level US$ 110,5 – 108,5 per ton.
Level tersebut menjadi acuan penting bagi pelaku pasar dalam menentukan arah transaksi jangka pendek.
Tren Bearish Masih Menghantui
Meski ada dorongan permintaan dari Asia, tren jangka menengah belum sepenuhnya positif.
Yoga mencatat pekan lalu harga batu bara melemah 1,2% dalam pola pergerakan bearish.
Selama Agustus, harga juga turun 3,48%, memperpanjang tekanan di pasar komoditas energi.
Secara year-to-date, batu bara mencatat penurunan hingga 11%, menggambarkan tekanan struktural di sektor ini.
Faktor Eksternal Penentu Arah
Selain faktor permintaan, dinamika pasokan juga memegang peran besar dalam proyeksi pekan ini.
Indonesia dan Australia sebagai eksportir utama masih menghadapi tantangan terkait produksi dan distribusi.
Situasi geopolitik, terutama negosiasi tarif Donald Trump, turut menjadi variabel tambahan bagi volatilitas harga.
Kebijakan energi bersih global dan kondisi pasar gas alam juga berpotensi membatasi ruang penguatan batu bara.
Prospek Hingga Akhir Tahun
Melihat pergerakan jangka panjang, pasar memperkirakan harga batu bara masih bisa menembus resistance di level US$ 125 per ton.
Namun jika tekanan bearish berlanjut, level support di kisaran US$ 95 per ton menjadi risiko yang harus diantisipasi.
Investor kini menimbang faktor jangka pendek berupa lonjakan permintaan, dengan tren jangka panjang yang masih sarat ketidakpastian.
Momentum ini akan menjadi penentu arah kebijakan energi global serta daya saing industri batu bara di pasar internasional.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.