Harga Minyak Naik, Tapi Tertekan Ancaman Tarif AS
HOUSTON, Bursa.NusantaraOfficial.com – Harga minyak dunia mengalami kenaikan pada Kamis (30/1/2025), tetapi ancaman tarif impor dari Amerika Serikat (AS) terhadap minyak Kanada dan Meksiko menahan lonjakan lebih lanjut.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran baru di pasar energi global, terutama terkait stabilitas pasokan dan dampaknya terhadap ekonomi dunia.
Menurut laporan Reuters, harga minyak Brent naik 29 sen atau 0,4% menjadi US$ 76,87 per barel, sementara minyak mentah AS (WTI) naik 11 sen atau 0,2% menjadi US$ 72,73 per barel. Kenaikan ini terjadi setelah minyak WTI sempat menyentuh level terendah sepanjang tahun pada Rabu (29/1).
Ancaman Tarif 25% Trump: Dampak Besar bagi Pasar Minyak
Presiden AS Donald Trump mengancam menerapkan tarif 25% pada impor minyak dari Kanada dan Meksiko jika kedua negara tidak mengambil langkah tegas untuk menghentikan peredaran fentanyl di perbatasan.
Gedung Putih menegaskan kembali rencana ini pada Selasa (28/1/2025), sementara calon Menteri Perdagangan AS menyebut bahwa Kanada dan Meksiko dapat terhindar dari tarif jika segera mengambil tindakan.
Analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn, menyatakan bahwa ancaman tarif ini membuat pasar semakin waspada. “Kita semakin mendekati tenggat waktu, dan pasar mulai merasa cemas,” ujarnya.
Pasar energi tengah menghadapi ketidakpastian besar karena tarif ini dapat mengganggu rantai pasokan minyak mentah.
Pasar Minyak Sudah Perhitungkan Dampak Tarif?
Meskipun ancaman tarif AS menimbulkan kekhawatiran, analis pasar IG Tony Sycamore menyebut bahwa dampaknya telah diperhitungkan dalam harga saat ini. “Inilah salah satu alasan mengapa harga minyak masih bergerak di kisaran ini,” ungkapnya.
Selain faktor tarif, badai musim dingin yang melanda AS pekan lalu juga menyebabkan stok minyak mentah AS meningkat sebesar 3,5 juta barel, melebihi prediksi analis sebesar 3,2 juta barel. Peningkatan stok ini terjadi karena banyak kilang di AS mengurangi produksi akibat cuaca ekstrem.
Pasokan Minyak Dunia: Rusia & OPEC dalam Sorotan
Di tengah ketidakpastian pasar minyak, sanksi terbaru AS terhadap Rusia memperketat ekspor minyak mentah dari pelabuhan barat negara tersebut. Berdasarkan data Reuters, ekspor minyak Rusia pada Februari diperkirakan turun 8% dibandingkan Januari karena meningkatnya aktivitas penyulingan dalam negeri di Moskow.
Selain itu, OPEC dan sekutunya (OPEC+) akan mengadakan pertemuan pada 3 Februari 2025 untuk membahas kebijakan produksi minyak global. Kazakhstan mengonfirmasi bahwa agenda utama pertemuan ini adalah membahas tekanan dari AS yang mendorong OPEC untuk menurunkan harga minyak guna mengatasi konflik di Ukraina.
Trump juga berencana meningkatkan produksi minyak dan gas domestik. Saat ini, AS merupakan produsen minyak terbesar dunia, dengan produksi mencapai rekor tertinggi dalam sejarah. Namun, para analis memperingatkan bahwa perang harga antara AS dan OPEC+ bisa merugikan kedua belah pihak.
Potensi Perang Harga AS vs OPEC+?
Sejumlah analis menilai bahwa perang harga minyak tidak mungkin terjadi karena berisiko bagi semua pihak. “Perang harga dengan AS akan memaksa OPEC+ meningkatkan produksi untuk menekan harga, yang pada akhirnya bisa merugikan industri minyak serpih AS,” ujar analis BMI dari Fitch Group.
OPEC+ diperkirakan akan mempertahankan kebijakan produksi saat ini untuk menjaga keseimbangan pasar. Namun, keputusan Trump mengenai tarif minyak bisa menjadi faktor penentu arah pasar minyak dalam beberapa bulan ke depan.
Kesimpulan: Ketidakpastian Harga Minyak di 2025
Dengan kombinasi ancaman tarif AS, peningkatan stok minyak mentah, serta kebijakan OPEC+, pasar minyak global berada dalam kondisi yang penuh ketidakpastian.
Investor dan pelaku industri energi harus mencermati perkembangan lebih lanjut, terutama menjelang pertemuan OPEC+ dan kebijakan tarif AS yang akan segera diberlakukan.
Harga minyak kemungkinan masih akan berfluktuasi dalam beberapa bulan ke depan, tergantung pada langkah yang diambil oleh AS, Kanada, Meksiko, serta negara-negara OPEC. Situasi ini menjadikan tahun 2025 sebagai periode yang menantang bagi industri minyak dunia.