Harga Batu Bara Terpuruk Akibat Sentimen Negatif dari China
Harga batu bara terus mengalami tekanan pada Selasa (4/2/2025), dipicu oleh lonjakan pasokan dari China serta ancaman tarif balasan terhadap batu bara Amerika Serikat (AS).
Kombinasi faktor ini memicu aksi jual di pasar komoditas, menyebabkan harga batu bara global merosot signifikan.
Mengacu pada data Newcastle, harga batu bara untuk kontrak Februari 2025 anjlok US$ 3,15 menjadi US$ 112,5 per ton. Sementara itu, kontrak Maret turun US$ 3,3 menjadi US$ 115,5 per ton, dan kontrak April ambles US$ 5 menjadi US$ 199 per ton.
Pasar Rotterdam juga mencatat tren serupa, dengan harga Februari jatuh US$ 3,7 menjadi US$ 105,6 per ton, Maret turun US$ 4,1 menjadi US$ 105,1 per ton, dan April merosot US$ 4,05 menjadi US$ 105,2 per ton.
Lonjakan Produksi Batu Bara China Menekan Harga
Menurut Trading Economics, kejatuhan harga batu bara terjadi di tengah kekhawatiran kelebihan pasokan yang berasal dari China.
Data dari Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China mengungkapkan bahwa produksi batu bara China diperkirakan akan meningkat 1,5% menjadi 4,82 miliar ton pada 2025, setelah sebelumnya mencetak rekor produksi sepanjang 2024.
Peningkatan kapasitas produksi ini didorong oleh upaya China untuk menjaga stabilitas pasokan energi domestik. Pemerintah China telah meningkatkan jumlah tambang yang beroperasi guna menghindari kelangkaan akibat:
- Pembatasan emisi karbon yang dapat memperketat regulasi di masa depan.
- Penutupan tambang karena pelanggaran protokol keselamatan kerja.
- Kebutuhan energi yang terus meningkat di sektor manufaktur dan industri berat.
Meskipun langkah ini membantu stabilitas pasokan domestik China, efeknya cukup signifikan terhadap pasar global, dengan semakin berlimpahnya stok batu bara yang dapat menekan harga dalam jangka panjang.
Tarif Balasan China: Dampak bagi Batu Bara AS
Selain masalah pasokan, China juga bersiap untuk mengenakan tarif balasan sebesar 15% terhadap impor batu bara AS mulai pekan depan.
Langkah ini merupakan respons terhadap kebijakan pembatasan impor produk China yang masih diberlakukan oleh Washington.
Namun, dampaknya terhadap pasar batu bara global diperkirakan tidak akan terlalu signifikan, mengingat AS hanya menyumbang 0,8% dari total impor batu bara termal China pada 2024.
Meski demikian, kebijakan ini tetap menjadi bagian dari eskalasi ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia.
Menurut analis industri, kebijakan tarif ini dapat membawa dampak berikut:
- Meningkatkan biaya bagi pembeli di China, sehingga mereka mungkin akan mencari sumber alternatif dengan harga lebih kompetitif.
- Mendorong perubahan rantai pasokan, dengan pergeseran impor batu bara China ke negara seperti Indonesia, Australia, dan Rusia.
- Membuat sektor batu bara AS mencari pasar lain, guna mengompensasi berkurangnya permintaan dari China.
Dengan latar belakang ini, perubahan arus perdagangan batu bara diperkirakan akan berdampak terhadap dinamika harga energi global dalam beberapa bulan ke depan.
Fluktuasi harga batu bara kali ini bukan hanya akibat kelebihan pasokan dari China, tetapi juga ketegangan perdagangan dengan AS yang semakin memanas.
Dengan produksi China yang meningkat serta ancaman tarif impor, pasar global kini menghadapi tekanan yang dapat memengaruhi harga batu bara dalam jangka panjang.
Investor dan pelaku pasar perlu terus memantau kebijakan ekonomi dan regulasi perdagangan untuk mengantisipasi pergerakan harga ke depan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.