Dominasi BRIS Semakin Kokoh di Tengah Derasnya Konsolidasi Syariah
JAKARTA, BursaNusantara.com – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (IDX:BRIS) kian menunjukkan posisi tak tergoyahkan sebagai pemimpin tunggal industri perbankan syariah nasional.
Hingga April 2025, BRIS membukukan laba bersih sebesar Rp2,38 triliun, tumbuh 6,40% secara tahunan (year on year/yoy), sekaligus mengonfirmasi kapasitas perusahaan dalam menjaga profitabilitas di tengah persaingan dan tekanan biaya yang meningkat.
Meskipun pertumbuhan laba tercatat melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 10% yoy, capaian ini tetap mengindikasikan kekuatan struktur bisnis BRIS.
Di sisi lain, bank syariah hasil merger dari tiga entitas besar ini tetap menjaga momentum ekspansi lewat pembiayaan dan penguatan ekuitas.
Pendapatan dan Pembiayaan Masih Tumbuh Solid
Pendapatan dari penyaluran dana naik 12,71% yoy menjadi Rp9,39 triliun, terdorong pembiayaan yang meningkat 14,32% yoy menjadi Rp286,92 triliun.
Meski pertumbuhan pembiayaan ini menurun dibandingkan Maret 2025 yang tumbuh 16,2% yoy, angka tersebut masih berada dalam kisaran target perusahaan sebesar 14–16% sepanjang tahun ini.
Komposisi pembiayaan yang masih kuat menjadi fondasi utama BRIS untuk menjaga pertumbuhan pendapatan bunga. Adapun total pendapatan setelah distribusi hasil tercatat Rp6,30 triliun atau naik 9,43% yoy.
Lonjakan Biaya Bagi Hasil dan Dana Mahal
Di sisi lain, BRIS menghadapi tekanan dari peningkatan biaya bagi hasil kepada pemilik dana investasi yang melonjak 20,06% yoy menjadi Rp3,08 triliun.
Hal ini selaras dengan meningkatnya porsi dana mahal, salah satunya deposito yang naik signifikan 13,78% yoy menjadi Rp129,41 triliun.
Sementara itu, dana murah atau CASA (giro dan tabungan) hanya naik 8,37% yoy menjadi Rp194,53 triliun. Giro tumbuh 11,38% yoy, sedangkan tabungan hanya tumbuh 7,11% yoy. Hal ini menyebabkan rasio CASA menurun dari 61,21% ke 60,05%.
Total dana pihak ketiga (DPK) BRIS tetap solid, tumbuh 10,47% yoy menjadi Rp323,94 triliun. Struktur dana ini menegaskan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap BRIS meski tantangan cost of fund terus membayangi.
Fee Based Income Meroket, Biaya Pencadangan Jadi Tantangan
Pendapatan berbasis komisi atau fee meningkat tajam hingga 63,22% yoy menjadi Rp1,02 triliun, menjadi motor tambahan laba selain margin pembiayaan.
Namun, tantangan muncul dari biaya pencadangan yang membengkak 34,20% yoy menjadi Rp968,36 miliar. BRIS tetap menargetkan rasio biaya kredit (cost of credit) tetap di bawah 1% hingga akhir 2025.
Secara total, aset BRIS per April 2025 mencapai Rp402,71 triliun, tumbuh 14,84% yoy. Liabilitas meningkat 14,73% yoy menjadi Rp355,22 triliun, sedangkan ekuitas naik 15,66% yoy menjadi Rp47,49 triliun.
Spin Off UUS Gencar, Tapi Belum Bisa Saingi Skala BRIS
Di tengah capaian tersebut, sektor perbankan syariah nasional mulai memasuki fase konsolidasi melalui pemisahan unit usaha syariah (UUS). Namun demikian, belum ada entitas baru yang mendekati skala BRIS saat ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa Bank BTN telah memperoleh restu untuk mengakuisisi Bank Victoria Syariah sebagai bagian dari spin off UUS BTN.
Namun, konsolidasi ini belum cukup untuk menyaingi kapasitas BRIS sebagai bank hasil merger tiga raksasa: BNI Syariah, BRI Syariah, dan Mandiri Syariah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa spin off dan konsolidasi bertujuan menciptakan bank umum syariah (BUS) yang lebih kuat dan kompetitif.
Meski begitu, proses transformasi ini diperkirakan masih butuh waktu sebelum melahirkan entitas sekelas BRIS.
OJK Dorong Spin Off, Tapi BSI Tetap Tak Tersentuh
OJK melihat tren pertumbuhan UUS sepanjang 2024 cukup positif, dengan DPK dan pembiayaan tumbuh masing-masing 10,85% dan 5,62% yoy.
Namun sebagian pertumbuhan itu bersifat sementara, karena didorong oleh persiapan model bisnis pasca spin off.
Dian menegaskan, “Spin off ini diharapkan mendorong penguatan kelembagaan dan proses bisnis UUS agar lebih kompetitif. Tapi yang terpenting, konsolidasi ini harus menciptakan stabilitas dan daya saing yang berkelanjutan.”
Namun demikian, hingga kini hanya BRIS yang menunjukkan skala besar yang mampu menopang industri secara nasional.
Ke depan, meski konsolidasi bank syariah akan terus berlanjut, investor tampaknya masih menaruh kepercayaan besar pada BRIS sebagai jangkar utama industri.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Silakan masuk untuk bergabung dalam diskusi