Penyesuaian KPR Masih Tertahan Meski BI Rate Turun
JAKARTA, BursaNusantara.com – Kebijakan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% pada Mei 2025 disambut sebagai sinyal positif pelonggaran moneter.
Namun demikian, bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di sejumlah bank besar belum menunjukkan perubahan signifikan.
Langkah BI tersebut membuka peluang untuk menurunkan suku bunga kredit ke depan, termasuk di sektor properti. Meski demikian, realisasi di lapangan menunjukkan bahwa penyesuaian bunga KPR tidak serta-merta terjadi.
Bank masih menghadapi tantangan internal seperti biaya dana, likuiditas, dan risiko kredit yang harus dikelola dengan hati-hati.
Bank-Bank Besar Masih Pegang Tarif KPR Tinggi
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) untuk KPR masih bertahan tinggi di level rata-rata 9,18%.
Bahkan sejumlah bank besar mencatatkan SBDK lebih tinggi dari angka tersebut.
- PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI): 9,10%
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA): 9,50%
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI): 10,00%
- PT Bank Mandiri Tbk: 12,50%
- PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN): 8,04% (terendah)
Margin keuntungan perbankan dari SBDK juga bervariasi. BBTN mencatat margin terendah hanya 0,82%, sementara BCA mencatat margin tertinggi hingga 4,65%, mengindikasikan tekanan efisiensi berbeda antarbank.
Respons Dunia Perbankan: Belum Ada Perubahan Cepat
Menurut Arianto Muditomo, pengamat perbankan, penurunan bunga acuan BI umumnya baru akan berdampak ke bunga KPR dalam jangka waktu 2–3 bulan ke depan.
“Dampaknya bersifat tertunda karena bank perlu mengkaji ulang struktur biaya dana. Kemungkinan besar efeknya baru terasa mulai kuartal ketiga 2025,” ujarnya, Minggu (25/5).
Penurunan bunga KPR diprediksi akan meningkatkan daya beli masyarakat, terutama dari segmen milenial dan kelas menengah, serta memperbaiki kualitas kredit melalui cicilan yang lebih ringan.
Di sisi lain, bank juga berhati-hati menjaga kualitas aset. BTN, misalnya, tetap fokus mempertahankan rasio kredit bermasalah (NPL gross) di bawah 3% pada 2025.
“BTN akan menghitung ulang kemungkinan penyesuaian bunga KPR jika tren biaya dana menurun tajam. Prinsipnya, margin tidak boleh tergerus,” jelas Ramon Armando, Corporate Secretary BTN.
BTN mencatat penyaluran KPR senilai Rp 286,5 triliun per kuartal I/2025, tumbuh 7,8% YoY. Target akhir tahun berada di kisaran 8%-9%, mendukung proyeksi pertumbuhan kredit BTN sebesar 7%-8%.
Sikap BCA: Perhatikan LDR dan Likuiditas
Sementara itu, Welly Yandoko, EVP Consumer Loan BCA, menegaskan bahwa suku bunga KPR tidak hanya ditentukan oleh BI rate.
“Kondisi likuiditas yang ketat membuat penurunan bunga tidak bisa dilakukan secara agresif. Tapi kami terus mengevaluasi sesuai kebutuhan nasabah,” katanya.
BCA mencatat pertumbuhan kredit KPR 10,5% YoY pada kuartal I/2025 menjadi Rp 135,5 triliun. Bank ini menargetkan pertumbuhan kredit lebih moderat di level 6%-8% sambil menjaga NPL tetap di bawah rata-rata industri.
BCA juga mengandalkan kemitraan digital untuk menyalurkan kredit, melalui kanal seperti rumahsaya.bca.co.id, serta memperkuat sinergi dengan pengembang dan broker properti.
Tantangan Likuiditas Masih Jadi Faktor Utama
Secara umum, kecepatan penyesuaian bunga kredit oleh bank sangat dipengaruhi oleh kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR) dan kestabilan likuiditas. Banyak bank saat ini masih menghadapi tekanan dari cost of fund yang belum turun signifikan.
Sementara BI mendorong pelonggaran kebijakan moneter, implementasinya di sektor retail seperti KPR tetap bergantung pada strategi manajemen risiko masing-masing bank.
Di tengah target penyaluran kredit properti yang agresif, bank-bank juga masih mencermati stabilitas makroekonomi dan prospek inflasi sebelum menyesuaikan skema bunga kredit mereka.
“Kebijakan BI menciptakan ruang, tapi keputusan bunga tetap di tangan bank,” kata Arianto.