JAKARTA, BursaNusantara.com – Posisi cadangan devisa Indonesia kembali mengalami penurunan pada April 2025. Bank Indonesia (BI) melaporkan angka terbaru sebesar US$ 152,5 miliar, menyusut US$ 4,6 miliar dari posisi akhir Maret yang mencapai US$ 157,1 miliar.
Penurunan ini tak lepas dari kombinasi dua faktor utama: pembayaran utang luar negeri pemerintah dan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang ditempuh BI guna meredam gejolak di pasar keuangan global yang semakin tak terprediksi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa kondisi pasar saat ini mendorong bank sentral untuk tetap responsif dalam menjaga stabilitas nilai tukar, yang menjadi salah satu penopang utama daya saing dan kepercayaan terhadap ekonomi nasional.
Baca Juga: Cadangan Devisa RI Naik ke US$155,7 Miliar, Apa Dampaknya?
Cadangan Devisa Masih di Atas Batas Aman Internasional
Meskipun terjadi penurunan, posisi cadangan devisa Indonesia dinilai masih sangat memadai. Denny menyebutkan bahwa angka tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Capaian ini jauh melampaui standar kecukupan internasional yang hanya sekitar 3 bulan impor.
Ia menegaskan bahwa besaran tersebut tetap mampu menjaga ketahanan sektor eksternal dan mendukung stabilitas sistem keuangan domestik. Prospek ekspor dan arus modal yang solid diharapkan menjadi faktor pendukung utama dalam menjaga cadangan devisa tetap dalam kisaran aman sepanjang tahun.
Bank Indonesia, lanjut Denny, akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Tujuannya adalah meningkatkan resiliensi ekonomi nasional, memastikan stabilitas sektor eksternal tetap terjaga, dan menciptakan landasan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Juga: Sri Mulyani: 100% DHE SDA di Bank Nasional, Strategi Ekonomi Baru
Mandiri: Penerimaan Komoditas Bisa Redam Tekanan Global
Dari sisi pandangan pelaku pasar, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan bahwa penurunan cadangan devisa saat ini masih dalam kategori wajar dan tidak mengindikasikan pelemahan struktural. Ia optimistis cadangan devisa akan tetap stabil dalam beberapa bulan ke depan.
Andry menilai bahwa penerimaan negara bukan pajak (PNBP), khususnya dari komoditas unggulan seperti batu bara, CPO, serta logam dasar seperti tembaga, timah, dan nikel, masih memberikan bantalan kuat terhadap potensi tekanan global.
Namun demikian, ia tak menampik bahwa ketidakpastian eksternal tetap menjadi tantangan serius. Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta munculnya kembali wacana kebijakan tarif dari pemerintahan Donald Trump menjadi risiko yang dapat membebani surplus perdagangan Indonesia.
Baca Juga: Prospek Saham Tambang Batubara di Tengah Regulasi DHE
Risiko Geopolitik dan Modal Asing Jadi Perhatian
Di luar dinamika perdagangan, konflik geopolitik seperti memanasnya ketegangan antara India dan Pakistan juga dikhawatirkan memicu aksi pelarian modal (capital outflow) ke aset-aset safe haven. Hal ini, menurut Andry, dapat menekan posisi devisa melalui potensi arus keluar modal asing yang lebih besar.
Ia memproyeksikan bahwa hingga akhir 2025, cadangan devisa Indonesia akan bergerak stabil di kisaran US$ 155 miliar hingga US$ 160 miliar, dengan syarat surplus neraca perdagangan tetap terjaga dan sentimen investor terhadap Indonesia tidak memburuk drastis.
Sementara itu, tantangan tetap ada dari sisi jatuh tempo pembayaran utang luar negeri, yang pada tahun ini diperkirakan mencapai US$ 8,3 miliar. Namun dengan dukungan fundamental yang kuat dan strategi BI yang adaptif, prospek cadangan devisa Indonesia masih berada dalam lintasan yang positif.
Bank sentral kini menghadapi tugas ganda untuk menjaga daya tahan rupiah dan kestabilan devisa, sembari mengelola ekspektasi pasar di tengah dinamika global yang tak kunjung reda.
Silakan masuk untuk bergabung dalam diskusi