Perang Dagang AS-Tiongkok Memicu Ancaman Ekonomi Baru
JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China, Meksiko, dan Kanada semakin meningkat setelah kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Bank Indonesia (BI) melihat situasi ini sebagai pedang bermata dua bagi Indonesia. Di satu sisi, perang dagang ini membawa risiko perlambatan ekspor, namun di sisi lain juga membuka peluang ekspor dan investasi bagi Indonesia.
Peluang Ekspor dari Perang Dagang
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa perang dagang dapat menciptakan celah bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya. Produk-produk yang sebelumnya dipasok oleh China ke AS, Meksiko, dan Kanada kini memiliki pasar yang terbuka bagi negara lain, termasuk Indonesia.
Berdasarkan tren perdagangan global, beberapa produk Indonesia yang berpotensi mengisi kekosongan pasar akibat perang tarif ini meliputi:
- Produk tekstil dan pakaian jadi
- Produk elektronik dan komponen otomotif
- Produk agribisnis seperti kelapa sawit dan karet
- Produk perikanan dan hasil laut
“Banyak produk dari AS dan Vietnam memiliki kesamaan dengan produk kita. Jika tarif meningkat, kita bisa manfaatkan peluang untuk meningkatkan ekspor,” ungkap Juli dalam acara pelatihan wartawan di Kantor Perwakilan BI Provinsi Aceh, Jumat (7/2/2025).
Relokasi Investasi: Indonesia di Posisi Strategis
Selain peluang ekspor, perang dagang juga membuka potensi relokasi industri. Seperti yang terjadi pada 2018, banyak perusahaan global yang memindahkan pabriknya dari China ke negara-negara dengan kebijakan yang lebih menguntungkan. Sebelumnya, Vietnam menjadi tujuan utama, namun kini negara tersebut menghadapi surplus transaksi berjalan, sehingga Indonesia berada dalam posisi strategis untuk menarik lebih banyak investasi.
“Indonesia memiliki daya saing yang cukup baik dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Stabilitas politik dan ekonomi yang relatif kondusif menjadi faktor utama bagi investor yang ingin memindahkan pabrik mereka dari China,” ujar Juli.
Beberapa sektor industri yang berpotensi mengalami peningkatan investasi di Indonesia meliputi:
- Manufaktur elektronik
- Industri otomotif
- Semikonduktor
- Logistik dan pergudangan
Dampak Negatif yang Harus Diwaspadai
Meskipun ada peluang, BI tetap memperingatkan adanya risiko bagi ekonomi Indonesia akibat perang dagang ini. China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, sehingga perlambatan ekonomi di China akibat tarif AS dapat berdampak negatif pada ekspor Indonesia.
Selain itu, jika produk-produk China tidak bisa masuk ke pasar AS, maka ada kemungkinan besar barang-barang tersebut akan membanjiri pasar Indonesia, yang dapat meningkatkan persaingan bagi industri lokal.
“Risiko terbesar adalah masuknya produk-produk China ke Indonesia dalam jumlah besar. Ini bisa menggerus daya saing industri dalam negeri dan memperlemah produksi lokal,” jelas Juli.
Strategi Indonesia dalam Menghadapi Gejolak Perdagangan Global
Untuk memanfaatkan peluang dari perang dagang ini, Indonesia perlu menerapkan beberapa strategi, antara lain:
- Diversifikasi Pasar Ekspor: Mengurangi ketergantungan terhadap pasar tertentu dan mulai merambah negara-negara yang terkena dampak perang dagang.
- Peningkatan Daya Saing Industri: Mendorong inovasi dan efisiensi dalam sektor manufaktur untuk bersaing di pasar global.
- Penyederhanaan Regulasi Investasi: Mempermudah perizinan dan insentif pajak bagi perusahaan asing yang ingin relokasi ke Indonesia.
- Penguatan Infrastruktur dan Logistik: Meningkatkan efisiensi transportasi dan rantai pasok agar industri dalam negeri lebih kompetitif.
Kesimpulan
Perang dagang AS-China membawa dampak yang kompleks bagi ekonomi global, termasuk Indonesia. Meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, peluang ekspor dan investasi dari ketegangan ini bisa dimanfaatkan dengan strategi yang tepat.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi tujuan relokasi industri serta memperluas pangsa pasarnya di sektor ekspor.
Dengan kebijakan yang tepat dari pemerintah dan kesiapan industri dalam negeri, Indonesia bisa meraih keuntungan dari dinamika global yang tengah berlangsung.
BI menegaskan bahwa pemantauan terus dilakukan untuk memastikan bahwa dampak negatif dapat diminimalkan, sementara peluang yang ada bisa dioptimalkan.