JAKARTA, BursaNusantara.com – Tren penurunan permintaan batubara dari dua mitra utama Indonesia, China dan India, memaksa pemerintah serta pelaku usaha untuk mengubah arah ekspansi ekspor ke negara-negara di luar pasar tradisional.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap melemahnya daya serap dua raksasa ekonomi Asia terhadap batubara Indonesia.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Surya Herjuna, menyatakan pihaknya telah mengantongi sejumlah negara potensial sebagai target pasar baru dengan prospek permintaan signifikan.
Negara-negara tersebut meliputi Brunei, Vietnam, Filipina, Korea Selatan, Pakistan, dan Bangladesh dengan total potensi permintaan mencapai 108 juta ton per tahun.
Pada kuartal pertama 2025, ekspor batubara ke luar China dan India mencapai 16 juta ton, tumbuh dari 14–15 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Pasar ASEAN mencatatkan pertumbuhan ekspor sebesar 15 persen secara tahunan, menunjukkan pergeseran permintaan ke kawasan yang lebih dekat secara geografis.
China dan India Turunkan Impor, Pasar ASEAN Naik Kelas
Penurunan permintaan China dan India bukan hanya karena faktor musiman, melainkan juga dipengaruhi oleh strategi energi domestik masing-masing negara.
Data Reuters memperkirakan penurunan impor batubara termal China sebesar 50 juta hingga 100 juta ton dibanding tahun lalu yang mencapai 421 juta ton.
Sementara India mempercepat kemandirian energi dengan meningkatkan produksi batubara domestik serta memperbesar cadangan nasional.
Dampaknya, eksportir Indonesia harus segera beradaptasi agar tidak terlalu tergantung pada dua pasar besar tersebut.
Plt Direktur Eksekutif APBI, Gita Mahyarani, menilai negara-negara ASEAN kini menjadi titik fokus ekspansi baru karena kebutuhan energinya masih tinggi dan stabil.
Namun, ekspansi ke ASEAN harus dilakukan dengan strategi cermat karena persaingan dengan eksportir global seperti Rusia dan Kolombia semakin ketat.
Kedekatan geografis memang menjadi keunggulan Indonesia, tetapi efisiensi operasional tetap jadi pembeda di tengah persaingan harga global.
Kontrak Panjang Jadi Prioritas di Tengah Pasar Spot yang Mengecil
Di tengah tekanan global dan keterbatasan ruang di pasar spot, pelaku usaha batubara kini lebih memprioritaskan kontrak jangka panjang sebagai langkah protektif.
Menurut Gita, ketatnya ruang negosiasi di pasar spot membuat para eksportir harus menjaga kontinuitas kontrak jangka panjang demi menjaga arus kas yang stabil.
Di sisi lain, efisiensi biaya menjadi penentu agar margin keuntungan tetap terjaga di tengah melambatnya permintaan global.
Selain efisiensi, diversifikasi pasar juga menjadi keharusan agar eksportir tidak terpaku pada pasar-pasar besar yang kini tak lagi menjanjikan seperti sebelumnya.
Tantangan Struktural Membayangi Ekspansi ke Pasar Baru
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, mengatakan bahwa meskipun sejumlah negara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Bangladesh, dan Pakistan punya potensi permintaan, volume penyerapannya masih belum mampu menggantikan China dan India.
Mismatch antara kapasitas ekspor Indonesia dan daya tampung negara-negara baru menjadi kendala serius yang belum terpecahkan.
Ekspansi pasar tidak hanya soal penemuan pelanggan baru, tetapi juga soal kecocokan volume dan kepastian distribusi jangka panjang.
Pelaku usaha pun menghadapi tekanan dari sisi regulasi domestik yang mempersempit ruang operasional di tengah tantangan eksternal.
Tekanan Ekspor Meningkat, Industri Dihimpit Biaya dan Regulasi
Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa volume ekspor batubara Indonesia pada Januari–April 2025 hanya mencapai 160 juta ton.
Angka tersebut turun dari 171 juta ton pada periode yang sama tahun lalu, memperkuat sinyal tekanan yang semakin nyata bagi sektor ini.
Hendra menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah seperti mandatori B40, kenaikan royalti, serta kewajiban penempatan devisa ekspor turut membebani struktur biaya operasional perusahaan.
Ditambah harga batubara global yang saat ini berada pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir, pelaku industri terdesak melakukan efisiensi habis-habisan.
Industri batubara nasional kini menghadapi tantangan multipolar: dari hilangnya pasar utama, ketatnya kompetisi global, hingga jeratan biaya dan regulasi dalam negeri.
Kini, semua mata tertuju pada upaya pelaku usaha dalam menjaga napas ekspor melalui pasar-pasar baru yang masih dalam tahap penjajakan dan penetrasi awal.