Geser kebawah untuk baca artikel
HeadlineKomoditasPasar

Harga Batu Bara Runtuh, Energi Terbarukan Bangkit

×

Harga Batu Bara Runtuh, Energi Terbarukan Bangkit

Sebarkan artikel ini
harga batu bara runtuh, energi terbarukan bangkit kompres
Harga batu bara turun drastis, sementara IEA prediksi energi terbarukan akan melampaui batu bara di 2025, menandai transisi global.

JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Pada Jumat, 14 Februari 2025, harga batu bara kembali menunjukkan penurunan signifikan. Berdasarkan data terbaru, harga batu bara Newcastle untuk Februari 2025 turun sebesar US$1,55 menjadi US$102,75 per ton.

Sementara itu, harga untuk Maret 2025 terpangkas US$1,2 menjadi US$105,1 per ton, dan untuk April 2025 jatuh sebesar US$1,35 menjadi US$108,1 per ton. Di pasar Eropa, harga batu bara Rotterdam juga mengalami koreksi; untuk Februari 2025, turun US$0,7 menjadi US$101,45, Maret 2025 turun US$0,65 menjadi US$99,7, dan April 2025 melemah US$0,75 menjadi US$99,35 per ton.

Penurunan harga ini menunjukkan adanya tekanan pasar dan ekspektasi akan perubahan dalam bauran energi global.

Prediksi IEA: Transisi Energi Global

Menurut laporan dari Badan Energi Internasional (IEA), tren energi terbarukan diprediksi akan melampaui pembangkit listrik berbasis batu bara pada tahun 2025.

IEA memproyeksikan bahwa pangsa batu bara dalam bauran energi global akan turun di bawah 33% untuk pertama kalinya dalam 100 tahun terakhir.

Hal ini menandakan transisi besar menuju sumber energi rendah emisi, seperti energi terbarukan dan nuklir. Di samping itu, IEA menyebutkan bahwa energi surya akan menjadi sumber energi rendah emisi terbesar kedua pada tahun 2027, setelah tenaga air.

Prediksi ini mencerminkan pergeseran fundamental dalam industri energi global, di mana investasi dan pengembangan teknologi terbarukan semakin mendominasi.

Pertumbuhan Permintaan Listrik Global

Laporan IEA juga menyebutkan bahwa permintaan listrik global diperkirakan tumbuh sekitar 4% per tahun hingga 2027, setara dengan konsumsi tahunan Jepang.

Pertumbuhan ini terutama didorong oleh negara-negara berkembang dan ekonomi baru, yang diprediksi menyumbang hingga 85% dari peningkatan tersebut. China, sebagai kontributor terbesar, diperkirakan tumbuh rata-rata 6% per tahun hingga 2027.

Sejak tahun 2020, permintaan listrik di China tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonominya, didorong oleh sektor industri yang membutuhkan energi besar serta ekspansi produksi panel surya, baterai, dan kendaraan listrik.

Di sisi lain, India diprediksi akan berkontribusi sekitar 10% terhadap pertumbuhan permintaan listrik global, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan meningkatnya penggunaan pendingin ruangan.

Sementara itu, prospek pertumbuhan permintaan listrik di Uni Eropa telah direvisi turun menjadi hanya 1,6% pada tahun 2025 karena prospek ekonomi yang lebih lemah, dan diperkirakan akan kembali mencapai tingkat konsumsi tahun 2021 paling cepat pada 2027.

Kontribusi Teknologi dan Inovasi

Selain itu, peningkatan penggunaan pusat data, jaringan 5G, dan teknologi digital menjadi faktor yang turut meningkatkan konsumsi listrik global.

Meskipun saat ini pusat data hanya menyumbang sekitar 1% dari konsumsi listrik global, namun pertumbuhannya di berbagai wilayah menunjukkan potensi signifikan untuk berkembang.

IEA bahkan merencanakan untuk merilis laporan khusus tentang sektor pusat data tahun ini guna memberikan gambaran lebih mendalam tentang kontribusinya.

Teknologi dan inovasi ini tidak hanya mendukung pertumbuhan energi terbarukan, tetapi juga membantu menyeimbangkan tren peningkatan permintaan listrik global.

Dengan demikian, meskipun permintaan listrik terus meningkat, ekspansi sumber energi rendah emisi diperkirakan dapat mengimbangi tren tersebut, menjaga keberlanjutan sistem energi global.

Implikasi Penurunan Harga Batu Bara dan Transisi Energi

Penurunan harga batu bara yang signifikan dapat dianggap sebagai sinyal pasar bahwa sektor energi sedang mengalami transisi besar.

Dengan semakin meningkatnya investasi dan pengembangan energi terbarukan, produsen batu bara menghadapi tekanan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan struktur bauran energi global.

Harga batu bara yang lebih rendah mencerminkan ekspektasi pasar terhadap penurunan permintaan di masa depan, seiring dengan pergeseran kebijakan dan investasi menuju energi bersih.

Bagi negara berkembang, terutama di Asia, transisi energi ini membawa tantangan dan peluang. Negara-negara seperti China dan India yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi tinggi harus menyeimbangkan kebutuhan energi dengan tanggung jawab lingkungan.

Investasi dalam energi terbarukan dan efisiensi teknologi akan menjadi kunci untuk mencapai target pengurangan emisi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Penurunan Harga Batu Bara di Pasar Global

Penurunan harga batu bara di pasar global pada Februari hingga April 2025 menandai adanya pergeseran fundamental dalam industri energi.

Dengan harga batu bara Newcastle dan Rotterdam yang terus mengalami koreksi, serta prediksi IEA bahwa energi terbarukan akan melampaui pembangkit listrik berbasis batu bara pada 2025, masa depan energi global tampak semakin condong ke sumber energi rendah emisi.

Pertumbuhan permintaan listrik global yang terus meningkat, terutama dari negara-negara berkembang, ditopang oleh inovasi teknologi di sektor digital dan infrastruktur.

Implikasi dari transisi ini sangat luas, mencakup penyesuaian dalam industri batu bara dan peluang investasi yang signifikan dalam energi terbarukan.

Perubahan ini tidak hanya akan mengubah lanskap energi global, tetapi juga berdampak pada kebijakan ekonomi dan lingkungan di masa depan.

Ikuti media sosial kami untuk update terbaru