Harga Batu Bara Kian Terpuruk di Tengah Perang Dagang AS-China
JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memicu ketidakpastian di pasar komoditas global, termasuk batu bara.
Harga batu bara Newcastle dan Rotterdam mengalami penurunan signifikan dalam beberapa hari terakhir, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap dampak tarif baru yang diberlakukan kedua negara.
Penurunan Harga Batu Bara Global
Pada Kamis (6/2/2025), harga batu bara Newcastle untuk kontrak Februari 2025 turun US$ 2,3 menjadi US$ 108,95 per ton. Sementara itu, kontrak Maret 2025 juga mengalami penurunan sebesar US$ 1,25 menjadi US$ 114,3 per ton, dan April 2025 melemah US$ 1,3 menjadi US$ 116,8 per ton.
Sebaliknya, harga batu bara Rotterdam mencatat kenaikan kecil untuk kontrak Februari 2025 sebesar US$ 0,4 menjadi US$ 106,3 per ton. Namun, kontrak Maret 2025 hanya naik tipis US$ 0,1 menjadi US$ 105,7 per ton, dan kontrak April justru turun US$ 0,2 menjadi US$ 105,6 per ton.
Ketidakpastian Perundingan AS-China
Hingga Rabu (5/2/2025), belum ada kejelasan mengenai jadwal perundingan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping terkait kebijakan tarif terbaru yang diterapkan kedua negara.
Menurut sumber Reuters, tidak ada komunikasi resmi yang dijadwalkan antara kedua pemimpin, meningkatkan ketidakpastian di pasar global.
Trump menegaskan bahwa dirinya tidak terburu-buru untuk berbicara dengan Xi, meskipun tarif baru AS terhadap barang-barang China telah resmi diberlakukan sejak tengah malam waktu setempat.
Sebagai respons, China menerapkan tarif balasan terhadap impor batu bara, gas alam cair, minyak mentah, dan peralatan pertanian dari AS. Selain itu, Beijing juga membuka penyelidikan anti-monopoli terhadap raksasa teknologi Google, yang berada di bawah naungan Alphabet Inc.
Dampak terhadap Industri Energi Global
Tekanan terhadap harga batu bara berpotensi menekan industri pertambangan dan energi global, terutama bagi negara-negara yang bergantung pada ekspor batu bara.
Negara seperti Indonesia dan Australia, yang merupakan eksportir utama batu bara ke China, berisiko menghadapi penurunan permintaan jika ketegangan dagang ini terus berlanjut.
Selain itu, perang dagang ini juga mempengaruhi kebijakan energi di negara-negara Eropa. Pembangkit listrik tenaga batu bara di Jerman, misalnya, mencapai level tertinggi dalam satu tahun terakhir, dengan output mencapai 8,1 gigawatt (GW) pada Kamis.
Meskipun kapasitas tenaga angin meningkat sepanjang tahun lalu, produksi listrik dari tenaga angin justru mengalami penurunan sejak musim gugur 2024 akibat rendahnya kecepatan angin.
Outlook Pasar Batu Bara ke Depan
Mengingat situasi yang masih belum stabil, prospek harga batu bara dalam beberapa bulan ke depan akan sangat bergantung pada perkembangan negosiasi antara AS dan China.
ketegangan dagang terus meningkat, harga batu bara bisa kembali anjlok, menekan profitabilitas industri terkait. Sebaliknya, jika ada kesepakatan yang mengarah pada penurunan tarif, pasar batu bara bisa kembali stabil.
Bagi investor dan pelaku industri, penting untuk terus memantau perkembangan geopolitik yang mempengaruhi permintaan dan harga batu bara global.
Volatilitas di sektor ini menunjukkan bahwa strategi mitigasi risiko dan diversifikasi portofolio menjadi langkah krusial dalam menghadapi ketidakpastian pasar komoditas energi.