Harga Minyak Tertekan Setelah Trump Tegaskan Peningkatan Produksi AS
WASHINGTON DC, Bursa.NusantaraOfficial.com – Harga minyak dunia kembali mengalami pelemahan pada Kamis (6/2/2025) setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali menegaskan janjinya untuk meningkatkan produksi minyak domestik.
Pernyataan tersebut membuat pasar gelisah, terutama setelah laporan stok minyak mentah AS melonjak jauh di atas perkiraan.
Mengutip laporan Reuters, harga minyak Brent turun 32 sen (0,4%) menjadi US$ 74,29 per barel, sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 42 sen (0,6%) ke level US$ 70,61 per barel.
Tekanan pada harga minyak semakin kuat setelah data menunjukkan lonjakan signifikan dalam cadangan minyak mentah AS.
Pernyataan Trump dan Dampaknya di Pasar Minyak
Dalam sebuah konferensi pers, Trump kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi minyak AS guna menekan harga energi dan mengurangi ketergantungan pada impor. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu meredam inflasi konsumen di AS.
Namun, para analis mempertanyakan efektivitas kebijakan ini dalam kondisi pasar saat ini. “Tidak ada indikasi adanya percepatan aktivitas pengeboran di AS,” ujar Giovanni Staunovo, analis dari UBS.
Ia menambahkan bahwa reaksi pasar terhadap pernyataan Trump cukup mengejutkan, mengingat banyak perusahaan minyak yang masih berhati-hati dalam menambah produksi.
Lonjakan Stok Minyak Mentah AS Jadi Pemicu Tambahan
Selain pernyataan Trump, laporan peningkatan stok minyak mentah AS menjadi faktor utama pelemahan harga minyak. Data pemerintah AS menunjukkan cadangan minyak mentah domestik naik 8,7 juta barel dalam sepekan terakhir, jauh melampaui ekspektasi analis yang memperkirakan kenaikan hanya sebesar 2 juta barel.
Menurut analis Macquarie, stok minyak mentah AS diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa pekan ke depan, yang berpotensi menekan harga lebih lanjut. Jika tren ini berlanjut, harga minyak global bisa mengalami tekanan yang lebih besar dalam jangka pendek.
Harga Jual Minyak dan Faktor Geopolitik
Meski mengalami tekanan, harga minyak sempat menguat sebelumnya setelah Saudi Aramco, perusahaan minyak negara Arab Saudi, menaikkan harga jual minyaknya untuk pembeli di Asia. Keputusan ini sempat memberikan sentimen positif bagi pasar sebelum kembali tertekan oleh faktor lainnya.
Pasar minyak juga sempat mendapat dukungan dari sanksi baru yang diberlakukan AS terhadap individu dan perusahaan yang memfasilitasi pengiriman minyak Iran ke China. “Pesan dari AS sudah jelas, jika Anda penyuling atau pengirim minyak Iran, Anda berisiko terkena sanksi dari Departemen Keuangan,” ujar analis Phil Flynn.
Namun, volatilitas pasar tetap tinggi mengingat kebijakan Trump yang kerap berubah terkait tarif dan sanksi. Awal pekan ini, Trump menangguhkan ancaman tarif terhadap Meksiko dan Kanada, tetapi di saat yang sama memberlakukan tarif baru untuk impor China.
Prediksi Pergerakan Harga Minyak ke Depan
Para analis memperkirakan harga minyak akan tetap bergejolak dalam beberapa bulan ke depan. Kampanye tekanan maksimum terhadap Iran yang kembali diberlakukan oleh AS juga menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi harga minyak.
“Satu-satunya kepastian di pasar minyak saat ini adalah bahwa pernyataan Presiden Trump akan terus menciptakan volatilitas,” tambah Staunovo. Sejak Trump menjabat pada 20 Januari 2025, harga minyak Brent telah turun lebih dari 8%, sementara harga WTI merosot lebih dari 7%.
Investor dan pelaku pasar diharapkan untuk tetap mencermati perkembangan kebijakan energi AS, pergerakan stok minyak, serta dinamika geopolitik yang dapat terus mempengaruhi harga minyak global.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.