JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Harga minyak mentah dunia mencatat penurunan tajam hingga menyentuh level terendah dalam dua pekan terakhir.
Pada perdagangan Senin (27/1/2025), harga minyak Brent turun sebesar USD 1,42 atau 1,8% menjadi USD 77,08 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) melemah USD 1,49 atau 2% ke level USD 73,17 per barel.
Penurunan ini dipicu kombinasi faktor dari perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) hingga kebijakan ekonomi global yang memengaruhi permintaan energi.
Teknologi AI DeepSeek Guncang Pasar Energi
Salah satu pemicu utama penurunan harga minyak adalah kabar mengenai DeepSeek, model kecerdasan buatan terbaru dari startup China. DeepSeek berhasil menggeser ChatGPT sebagai aplikasi gratis terpopuler di App Store Amerika Serikat.
Keberhasilan DeepSeek, yang diklaim lebih hemat energi dan biaya, memunculkan kekhawatiran di kalangan investor terhadap proyeksi permintaan energi.
Menurut laporan dari Jefferies, AI diproyeksikan menyumbang sekitar 75% dari total permintaan energi di Amerika Serikat hingga tahun 2030-2035. Namun, efisiensi DeepSeek yang jauh lebih tinggi dibandingkan model AI sebelumnya membuat proyeksi tersebut kini diragukan.
“Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan atas dampak langsung DeepSeek, tetapi reli lebih dari 20% pada perusahaan energi sejak awal tahun tampaknya rentan,” tulis analis Jefferies.
Data Ekonomi China Memperparah Tekanan
Selain dampak dari teknologi AI, melemahnya data ekonomi China turut menekan harga minyak. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, data manufaktur China yang lebih lemah dari perkiraan menambah kekhawatiran terhadap permintaan energi global.
“Hasil yang lemah ini menyoroti perlunya upaya kebijakan yang lebih besar untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi,” kata analis Citibank dalam laporannya. Perlambatan ini semakin memperkuat tren pelemahan harga minyak yang telah berlangsung dalam beberapa hari terakhir.
Seruan Trump kepada OPEC
Faktor lain yang membebani harga minyak adalah tekanan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Trump mendesak OPEC untuk menurunkan harga minyak sebagai bagian dari upaya membantu menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.
Menurut Bob Yawger, Direktur energi berjangka di Mizuho, tekanan Trump terhadap OPEC menambah ketidakpastian di pasar.
“Presiden Trump terus menekan OPEC, meminta kelompok produsen itu untuk menurunkan harga guna membantu mengakhiri perang Rusia di Ukraina,” ujarnya.
Namun, hingga saat ini, OPEC+ belum memberikan tanggapan resmi terkait seruan tersebut.
Ancaman Tarif dan Kesepakatan Kolombia
Di sisi lain, ancaman tarif baru yang diajukan oleh Trump juga menambah tekanan pada harga minyak. Ketakutan akan perang dagang yang berkepanjangan dikhawatirkan dapat merugikan pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak.
Faktor lain yang turut berperan adalah kesepakatan terbaru antara Amerika Serikat dan Kolombia terkait migrasi. AS membatalkan rencana untuk memberlakukan sanksi dan tarif terhadap Kolombia setelah negara tersebut setuju menerima migran yang dideportasi.
Kolombia, yang mengirim sekitar 41% ekspor minyak mentahnya ke AS, tetap dapat mempertahankan aliran minyak tanpa hambatan tarif, menjadi faktor tambahan yang menekan harga minyak.
Dampak Terhadap Pasar Energi Global
Penurunan harga minyak ini mencerminkan volatilitas pasar energi global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari tren teknologi hingga dinamika geopolitik. Meski demikian, analis memperingatkan bahwa pasar masih menghadapi risiko ketidakpastian yang tinggi.
Pengamat energi menyarankan para pelaku pasar untuk terus memantau perkembangan kebijakan global dan tren teknologi yang dapat memengaruhi prospek permintaan energi di masa depan.