JAKARTA, BursaNusantara.com – Harga minyak dunia mencatat penurunan tipis pada Kamis (12/6/2025), menyusul aksi ambil untung setelah lonjakan tajam pada sesi sebelumnya.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi sentimen utama yang membayangi pasar energi.
Minyak Brent turun 0,6% ke US$ 69,36 per barel. Minyak mentah WTI juga melemah 0,2% ke level US$ 67,97 per barel.
Pernyataan Trump Picu Lonjakan dan Koreksi
Pasar sempat melonjak tajam setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan serangan terhadap Iran “sangat mungkin terjadi”.
Pernyataan ini muncul di tengah upaya meredam konflik langsung antara kedua negara.
Sebelumnya, AS menarik personel dari wilayah Timur Tengah sebagai langkah antisipatif, memicu reli harga minyak lebih dari 4% pada Rabu.
Pasar Jenuh Beli, Koreksi Dianggap Wajar
Menurut analis energi StoneX, Alex Hodes, penguatan tajam telah membawa harga ke zona jenuh beli.
Koreksi ringan menjadi hal yang dinilai wajar dalam kondisi teknikal saat ini.
Namun, arah harga ke depan tetap bergantung pada perkembangan geopolitik di kawasan.
Dialog AS-Iran di Oman, Ancaman Balasan Iran
Situasi kian kompleks dengan rencana pertemuan pejabat tinggi AS dan Iran di Oman pada Minggu mendatang.
Topik utama: program nuklir Teheran yang kembali memicu ketegangan internasional.
Jika kesepakatan tak tercapai, Trump mengancam tindakan militer, sementara Iran telah bersiap membalas dengan menyerang pangkalan AS di kawasan.
Ancaman Penutupan Selat Hormuz
Ketegangan tersebut menyulut kekhawatiran besar di pasar, terutama soal potensi gangguan jalur pasokan utama.
Inggris, melalui Badan Maritim-nya, memperingatkan risiko meningkatnya aktivitas militer di jalur pelayaran strategis.
Selat Hormuz menjadi titik kritis dalam situasi ini. Sekitar 20% minyak global mengalir melalui jalur tersebut, menjadikannya pusat perhatian.
Potensi Harga Minyak Tembus US$ 130
Analis Global Risk Management, Arne Rasmussen, menyebut bahwa penutupan Selat Hormuz akan menjadi skenario terburuk bagi pasar minyak.
JPMorgan memperkirakan, dalam skenario ekstrem, harga minyak bisa meroket hingga US$ 120 -130 per barel.
Meski demikian, probabilitas kejadian itu masih dinilai rendah.
Investor Waspada di Tengah Ketidakpastian
Meski harga saat ini masih lebih tinggi dibanding dua hari lalu, sebagian investor memilih menahan diri. Ketidakpastian membuat pasar bergerak hati-hati.
“Beberapa pelaku pasar memilih menunggu, meski tren harga belum turun signifikan,” ujar Giovanni Staunovo dari UBS.
Pelanggaran Nuklir Iran Tambah Tekanan
Isu nuklir kembali mencuat setelah Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan bahwa Iran telah melanggar perjanjian non-proliferasi nuklir.
Ini menjadi pelanggaran pertama dalam hampir dua dekade terakhir.
Langkah ini membuka kemungkinan Iran dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB, menambah tekanan geopolitik terhadap pasar energi global.
Reaksi Pasar Masih Terbatas, Tapi Risiko Tetap Ada
Koreksi harga kali ini dinilai teknikal dan belum mengindikasikan perubahan tren.
Namun pasar tetap sensitif terhadap dinamika geopolitik, terutama jika jalur distribusi minyak terganggu.
Arah harga dalam beberapa hari ke depan akan sangat bergantung pada hasil pertemuan Oman dan respons Iran terhadap ancaman AS.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.