JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Harga tembaga diprediksi mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun ke depan. JP Morgan memperkirakan bahwa harga logam industri ini dapat mencapai US$ 11.000 per metrik ton pada 2026, didorong oleh meningkatnya defisit pemurnian global dan potensi kebijakan tarif dari Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data yang dikutip dari Bloomberg, harga tembaga di London Metal Exchange (LME) pada Jumat (28/2) ditutup di level US$ 9.358 per metrik ton. Dengan tren saat ini, pasar global bersiap menghadapi dinamika baru dalam perdagangan tembaga.
Defisit Pemurnian Tembaga Meningkat
JP Morgan dalam catatan terbarunya pada Jumat (28/2) mengungkapkan bahwa defisit global dalam pemurnian tembaga diperkirakan akan mencapai 160.000 metrik ton pada 2026. Kondisi ini mencerminkan keterbatasan kapasitas pemrosesan dibandingkan dengan tingkat permintaan yang terus meningkat.
“Kemungkinan kelebihan persediaan yang dibangun di AS dalam beberapa bulan mendatang menjelang tarif tembaga membentuk potensi untuk membuat seluruh dunia kekurangan tembaga, menyiapkan panggung untuk dorongan bullish menuju US$ 10.400 per metrik ton pada semester II 2025,” kata JP Morgan, dikutip dari Reuters, Senin (3/3).
Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Harga Tembaga
Presiden AS Donald Trump memerintahkan penyelidikan keamanan nasional terhadap potensi penerapan tarif baru terhadap impor tembaga. JP Morgan memperkirakan bahwa tarif sebesar 10% akan mulai diberlakukan pada akhir kuartal III 2025.
Di sisi lain, Citi dalam laporannya pekan lalu menyebutkan bahwa mereka mengantisipasi penerapan tarif khusus sebesar 25% terhadap produk tembaga pada kuartal IV 2025. Jika tarif ini diterapkan, harga tembaga global diperkirakan akan mengalami lonjakan lebih tinggi dari proyeksi awal.
China dan Pasar Global Berada dalam Ketidakpastian
Permintaan dari China, sebagai konsumen terbesar tembaga dunia, diprediksi akan mengalami perlambatan. JP Morgan memperkirakan pertumbuhan permintaan China turun menjadi 2,5% pada 2025 dari 4% di tahun sebelumnya.
“Ini tetap menjadi risiko penurunan terbesar terhadap perkiraan pengetatan pasar tembaga,” ungkap JP Morgan. Meski demikian, secara global, pertumbuhan permintaan diproyeksikan hanya turun sedikit dari 3,2% pada 2024 menjadi 2,9% pada 2025.
Pasokan Tembaga Semakin Ketat
Laporan dari International Copper Study Group (ICSG) menunjukkan bahwa defisit tembaga olahan global mencapai 22.000 metrik ton pada Desember 2024, lebih rendah dibandingkan dengan defisit 124.000 metrik ton di bulan November. Meskipun terjadi sedikit perbaikan dalam pasokan, tren jangka panjang masih mengarah pada kelangkaan.
Harga Tembaga Diprediksi Menguat
Dengan kombinasi faktor defisit pemurnian, kebijakan tarif AS, dan ketidakpastian permintaan dari China, pasar tembaga global kemungkinan besar akan mengalami tekanan yang lebih besar. JP Morgan tetap optimistis bahwa harga tembaga akan mencapai US$ 11.000 per metrik ton dalam dua tahun ke depan, seiring dengan ketatnya pasokan dan meningkatnya permintaan di sektor industri.
Para pelaku pasar diharapkan untuk mencermati pergerakan harga tembaga dalam beberapa bulan mendatang, terutama terkait keputusan kebijakan perdagangan AS dan perkembangan ekonomi China yang akan sangat mempengaruhi harga logam industri ini.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.