Inflasi Terendah Sepanjang Sejarah Indonesia
JAKARTA, bursa.nusantaraofficial.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi indeks harga konsumen (IHK) Indonesia pada Desember 2024 mencapai 1,57% secara tahunan (year-on-year/YoY). Angka ini menjadi inflasi tahunan terendah sejak 1958, tahun pertama inflasi dihitung oleh BPS. Meski melandai dibandingkan tahun sebelumnya, capaian ini tetap berada di rentang target Bank Indonesia, yaitu 1,5–3,5%.
Secara bulanan (month-on-month/MoM), inflasi Desember tercatat sebesar 0,44%, lebih tinggi dibandingkan November 2024 (0,30%). Peningkatan ini menjadi yang tertinggi dalam sembilan bulan terakhir, didorong oleh kenaikan harga bahan makanan, minuman, dan tembakau, yang menyumbang inflasi 0,38 poin persentase.
Daily Market Performance

IHSG
7.164
+0,02%

Coal
124,6
-0,52%

Oil (Brent)
75,7
-0,36%

Gold
2.670
+0,04%

CPO
4.374
+0,95%

Nickel
15.078
-1,36%
Faktor Penyebab Inflasi Rendah
Inflasi rendah pada 2024 dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas utama, seperti:
- Cabai merah, cabai rawit, dan cabai hijau
- Bensin
- Tarif angkutan udara
- Telepon seluler
Adapun inflasi inti, yang mencerminkan daya beli masyarakat, tercatat stagnan di level 2,26% YoY, lebih rendah dari ekspektasi konsensus 2,28%.
Kenaikan PMI Manufaktur Indonesia
Pada hari yang sama, S&P Global merilis data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia, yang naik ke level 51,2 pada Desember 2024, menandai ekspansi pertama sejak Juni 2024. Kebijakan PPN baru yang direncanakan berlaku Januari 2025 mendorong pelaku industri meningkatkan pesanan untuk stok barang sebelum tarif 12% diberlakukan.

Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, langkah ini menjadi momentum positif bagi sektor manufaktur. Namun, pemerintah akhirnya memutuskan revisi aturan, sehingga kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang mewah.
Implikasi Terhadap Ekonomi Indonesia
Rendahnya inflasi tahunan mencerminkan daya beli masyarakat yang stagnan. Meski inflasi inti mulai menunjukkan perbaikan, daya beli masih menjadi tantangan besar. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengkaji kebijakan fiskal dan moneter untuk memacu pertumbuhan ekonomi, seperti:
- Fiskal: Paket stimulus tambahan atau pembatalan kebijakan yang membebani pelaku usaha.
- Moneter: Penurunan suku bunga BI Rate. Namun, langkah ini memerlukan stabilitas nilai tukar rupiah terlebih dahulu.
Inflasi rendah di 2024 memberikan peluang bagi kebijakan ekonomi yang lebih adaptif. Namun, daya beli masyarakat harus menjadi fokus utama untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Dengan langkah strategis dari pemerintah dan BI, ekonomi Indonesia diharapkan dapat tetap kompetitif dan stabil di tengah tantangan global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di: