JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Industri otomotif Indonesia diperkirakan menghadapi tahun yang penuh tantangan pada 2025. Kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% serta penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) menjadi beban tambahan yang signifikan bagi sektor ini. Selain itu, penurunan jumlah kelas menengah sebagai konsumen utama mobil baru menambah kompleksitas situasi.
Ancaman Kontraksi Penjualan Mobil
Pada 2024, pasar mobil mengalami penurunan 13,9% dengan total penjualan 865.723 unit. Tren ini berpotensi terus berlanjut di 2025, dengan perkiraan penjualan anjlok di bawah 800 ribu unit jika tidak ada tambahan insentif. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat pasar mobil telah stagnan di angka 1 juta unit selama hampir satu dekade terakhir.
“Industri otomotif adalah salah satu sektor vital yang menyumbang PDB nasional. Jika dibiarkan, dampaknya akan sangat signifikan terhadap ekonomi Indonesia,” ujar Setia Darta, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Industri otomotif menyumbang pendapatan negara melalui berbagai jalur, termasuk pajak penghasilan badan, pajak perorangan, dan penerimaan dari ekspor. Jika penurunan ini tidak segera ditangani, maka dampak negatifnya bisa meluas ke sektor-sektor lain yang terkait, seperti logistik, manufaktur komponen, dan jasa keuangan.
Solusi Insentif dari Pemerintah
Sejauh ini, pemerintah telah memberikan diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 3% untuk mobil hybrid. Namun, insentif ini dinilai belum cukup untuk mengatasi tantangan besar yang dihadapi. Beberapa solusi tambahan yang diusulkan mencakup:
- Diskon PPnBM untuk Mobil Lokal: Pemerintah dapat memberikan diskon PPnBM pada mobil rakitan lokal, terutama untuk model 4×2, guna mendorong daya saing domestik.
- Insentif Pembeli Pertama: Diskon pajak bagi pembeli pertama diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
- Dukungan untuk Lokalisasi dan Litbang: Pemberian insentif kepada produsen yang melakukan riset dan pengembangan serta meningkatkan kandungan lokal produk.
- Penundaan Kebijakan Opsen PKB dan BBNKB: Penundaan atau pengurangan beban pajak ini diharapkan memberikan ruang bagi industri untuk beradaptasi.
- Perpanjangan Masa Kredit: Perpanjangan tenor kredit kendaraan bermotor menjadi 7-8 tahun akan membantu mengurangi tekanan pada konsumen, sekaligus meningkatkan peluang pembelian mobil.
Peran Kredit dan Ekspor
Pemerintah juga disarankan memperpanjang tenor kredit kendaraan bermotor menjadi 7-8 tahun. Skema ini dapat menurunkan pengeluaran minimum konsumen hingga 25%, sehingga membuka akses pembelian mobil bagi kelompok dengan daya beli terbatas. Selain itu, perluasan pasar ekspor mobil dalam bentuk utuh (CBU) melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara lain menjadi langkah penting untuk meningkatkan daya saing global.
Dukungan terhadap ekspor ini dapat mencakup penyediaan fasilitas pelabuhan khusus otomotif serta pembebasan biaya logistik tertentu untuk pengapalan kendaraan. Negara-negara tujuan ekspor seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand perlu dijadikan fokus utama untuk memperkuat penetrasi pasar.
Kelas Menengah: Mesin Ekonomi yang Harus Dijaga
Jumlah kelas menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi sekaligus konsumen mobil baru, menurun dari 57 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Penguatan kelas menengah menjadi prioritas untuk mendorong kembali pertumbuhan sektor otomotif.
“Dengan tambahan insentif fiskal, pemerintah tidak hanya membantu industri otomotif tetapi juga meningkatkan penerimaan negara melalui peningkatan volume penjualan. Pajak penghasilan badan dan individu juga akan bertambah seiring pertumbuhan pasar,” ungkap Riyanto, pengamat otomotif dari Universitas Indonesia.
Di sisi lain, perlunya kebijakan sosial-ekonomi yang mendukung pertumbuhan kelas menengah juga harus menjadi fokus. Dukungan terhadap sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan usaha kecil dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat kelompok ini.
Investasi Meningkat Tajam
Menurut Dendy Apriadi, Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi, investasi sektor otomotif tumbuh 43% dalam lima tahun terakhir. Per September 2024, nilai investasi mencapai Rp 31,7 triliun, dengan dominasi penanaman modal asing sebesar Rp 28,15 triliun. Hal ini menunjukkan potensi besar sektor ini untuk terus berkembang jika didukung dengan kebijakan yang tepat.
Investasi ini tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi, tetapi juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Pemerintah diharapkan terus mendorong masuknya teknologi baru ke Indonesia untuk menciptakan produk-produk inovatif yang sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan internasional.
Industri otomotif membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah untuk mengatasi berbagai tantangan pada 2025. Insentif tambahan, baik dalam bentuk fiskal maupun non-fiskal, akan menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan sektor ini. Dengan strategi yang tepat, pasar otomotif Indonesia tidak hanya dapat bangkit, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi nasional yang lebih kuat.
Langkah-langkah seperti perluasan insentif, dukungan terhadap ekspor, dan penguatan kelas menengah akan menjadi komponen vital dalam strategi menyelamatkan sektor otomotif. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain utama di industri otomotif global.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.