Indonesia Bisa Meniru Jepang, Brasil, dan India untuk Program Makan Bergizi Gratis
JAKARTA, bursa.nusantaraofficial.com – Indonesia tengah bersiap mengimplementasikan Program Makan Bergizi Gratis (PMBG) mulai tahun depan. Untuk menyukseskannya, sejumlah negara seperti Jepang, Brasil, dan India menjadi rujukan utama dalam merancang kebijakan ini. Ketiga negara tersebut telah sukses menjalankan program makan gratis yang tidak hanya meningkatkan gizi masyarakat tetapi juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
Belajar dari Jepang, Brasil, dan India
Jepang dikenal memiliki program makan gratis yang terintegrasi dengan sistem pendidikan. Menu makanannya tidak hanya bergizi tinggi, tetapi juga menjadi sarana edukasi tentang kesehatan bagi para siswa. Pendekatan ini membangun kesadaran generasi muda tentang pentingnya gizi dan pola makan seimbang.
Brasil menjalankan Program Bolsa Familia, yang memberikan bantuan bersyarat untuk memastikan akses pangan sekaligus meningkatkan kesehatan ibu hamil dan anak-anak. Model ini sangat relevan untuk daerah-daerah di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dan akses pangan yang terbatas.
Sementara itu, India sukses mengimplementasikan Mid-Day Meal Scheme untuk menekan angka kelaparan sekaligus meningkatkan partisipasi sekolah. Program ini memberikan makan siang bergizi untuk anak-anak sekolah, dengan anggaran rata-rata Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per anak per hari.
Anggaran PMBG di Indonesia: Cukupkah Rp 10 Ribu?
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai anggaran Rp 10.000 per anak atau ibu hamil per hari yang diusulkan pemerintah masih minim. “Angka ini sulit memenuhi kebutuhan gizi optimal. Untuk memastikan nutrisi yang cukup, angka idealnya berkisar Rp 12.000 hingga Rp 15.000,” jelasnya.
Selain itu, Yusuf menyoroti perlunya penyesuaian anggaran yang memperhitungkan inflasi harga pangan dan ketersediaan bahan makanan di berbagai daerah. “Pemerintah harus mempertimbangkan variabilitas harga lokal agar PMBG efektif dan tepat sasaran,” tambahnya.
Sistem Monitoring dan Evaluasi yang Kuat
Keberhasilan PMBG juga bergantung pada implementasi sistem monitoring dan evaluasi yang transparan. Teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk pendataan penerima manfaat, pelacakan distribusi makanan, serta memastikan dana digunakan secara efisien.
“Pelibatan pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting untuk membangun ekosistem yang mendukung keberlanjutan program,” ujar Yusuf.
Rasionalisasi Program: Fokus pada Gizi Buruk
Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengingatkan agar PMBG difokuskan pada penyelesaian masalah gizi buruk. “Anggaran Rp 10 ribu per porsi mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Kita perlu memastikan anggaran disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak-anak,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa PMBG harus dirancang secara realistis dan tidak memukul rata kebutuhan di setiap daerah. “Rasionalisasi program menjadi sangat penting agar tujuan makan bergizi tercapai,” tandas Nailul.
Langkah Ke Depan
Dengan merujuk praktik terbaik dari Jepang, Brasil, dan India, Indonesia memiliki peluang besar untuk menyukseskan PMBG. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada penyesuaian kebijakan dengan kebutuhan lokal, pengelolaan anggaran yang efektif, serta pelibatan berbagai pihak untuk mendukung keberlanjutan.
Melalui PMBG, Indonesia diharapkan dapat menekan angka gizi buruk sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Apakah Indonesia siap untuk menyusul keberhasilan negara-negara tersebut?
Cek Berita dan Artikel yang lain di: