JAKARTA, BursaNusantara.com – Aksi pelepasan saham PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk. (KRYA) oleh Brigitta Notoatmodjo memantik spekulasi pasar atas arah baru emiten konstruksi ini.
Pada 3 Juli 2025, Brigitta melepas 133,07 juta lembar saham KRYA, atau 7,998 persen dari total kepemilikannya.
Transaksi itu dilakukan di harga Rp29 per saham dan menghasilkan dana segar sekitar Rp3,8 miliar.
Namun, nilai transaksinya bukan satu-satunya sorotan, melainkan konteks dan strategi di baliknya.
Brigitta menyatakan penjualan ini merupakan tahap pertama dari proses akuisisi strategis oleh investor asing.
Ia mengungkap bahwa transaksi dilakukan dengan skema Free of Payment (FOP), bentuk transfer saham tanpa pembayaran tunai di muka.
Pihak yang akan mengambil alih adalah konsorsium asing yang disebut tergabung dalam organisasi strategis lintas negara.
Manuver Huashang Group & Green Power: Sinergi Energi di Balik Akuisisi
Dalam keterbukaan informasi lanjutan, nama-nama investor yang disebut mengemuka adalah Huashang Investment Group dan Cahaya Intan Niaga.
Mereka diposisikan sebagai calon pengendali baru yang tengah menyusun strategi akuisisi multi-tahap terhadap KRYA.
Huashang diketahui berasal dari Tiongkok dan aktif dalam investasi infrastruktur dan teknologi hijau lintas Asia.
Sementara Cahaya Intan Niaga merupakan mitra domestik yang menjembatani sinergi lokal dengan pemain global.
Green Power Group, melalui Direktur Utamanya An Shaohong, juga menyatakan ketertarikannya dalam sinergi industri energi baru terbarukan bersama KRYA.
Dalam pernyataannya, An menyebut keinginan membentuk aliansi bisnis strategis di sektor EBT untuk menjadikan KRYA sebagai bagian dari ekosistem energi bersih nasional.
Mereka tak sendiri, karena Rich Step International Ltd (RSIL) asal Hong Kong dan EVMOTO Teknologi Indonesia juga masuk dalam orbit negosiasi.
Ketiga entitas asing ini berkomitmen melakukan due diligence terhadap KRYA sebelum masuk tahap akuisisi mayoritas.
Proses Akuisisi Dua Tahap: Dari 8% Menuju 62%
Langkah strategis ini ditandai dengan skema akuisisi bertahap yang terstruktur dan menyeluruh.
Pada tahap pertama, investor mengambil alih 133,115 juta lembar saham atau 8 persen dari total modal disetor KRYA.
Tahap ini telah dimulai lewat divestasi saham milik Brigitta dan didaftarkan resmi melalui mekanisme FOP.
Setelah proses uji tuntas rampung, tahap kedua akan dilakukan pengambilalihan 1,031 miliar lembar saham atau setara 62 persen dari modal disetor.
Jika proses ini sukses, maka pengendali mayoritas baru akan memegang kendali atas lebih dari 70 persen struktur kepemilikan KRYA.
Ini berarti terjadinya pergeseran besar atas arah dan kontrol perusahaan.
Negosiasi dilakukan antara calon pembeli dengan para pemegang saham utama saat ini, yaitu Brigitta Notoatmodjo, Pramana Budihardjo, dan Direktur Utama KRYA, Dharmo Budiono.
Brigitta: Dari Pemegang Mayoritas ke Arsitek Transisi
Brigitta Notoatmodjo bukan nama asing bagi KRYA, karena ia telah berperan penting dalam fase awal transformasi perseroan sejak 2019.
Dengan setoran modal Rp5,625 miliar, ia menguasai 45 persen saham sebelum terdilusi menjadi 17,31 persen pasca pemecahan nilai nominal saham di 2022.
Langkah pelepasan saham ini menandai bukan hanya pergeseran kepemilikan, tapi juga strategi reposisi peran Brigitta dari pemegang saham ke fasilitator pengambilalihan.
Ia kini lebih diposisikan sebagai jembatan komunikasi antara pemilik lama dan investor baru.
Pelepasan saham yang dilakukan di harga Rp29 per lembar menjadi simbol masuknya pemegang baru ke level valuasi dasar, jauh di bawah harga pasar reguler.
Dengan demikian, akuisisi ini berpeluang memberikan efek rerating nilai saham di masa mendatang.
Saham KRYA Meroket 392%, Tapi Valuasi Masih Dianggap Undervalued
Sementara negosiasi berlangsung, kinerja saham KRYA di pasar justru mencatat lonjakan signifikan.
Dalam setahun terakhir, harga saham melonjak 392 persen, dari Rp50 ke level tertinggi Rp324 per lembar.
Meski demikian, valuasi KRYA masih dinilai undervalued oleh pelaku pasar, karena kapitalisasi pasar belum mencerminkan prospek jangka panjang dan potensi sinergi strategis.
Investor melihat sinyal akuisisi sebagai momentum revaluasi fundamental KRYA yang selama ini tertinggal dibanding emiten konstruksi lain.
Masuknya grup asing dengan kekuatan finansial dan visi sektor EBT memperkuat ekspektasi transformasi model bisnis KRYA secara total.
Fokus Sinergi Energi: Visi Baru KRYA Usai Akuisisi?
Sebagai emiten konstruksi publik, KRYA selama ini fokus pada infrastruktur sipil dan pengembangan kawasan industri.
Namun dengan masuknya investor strategis di sektor energi dan teknologi ramah lingkungan, arah masa depan KRYA diprediksi akan bergeser.
Green Power, yang memiliki rekam jejak dalam proyek energi surya dan kendaraan listrik, membuka potensi ekspansi KRYA ke proyek EBT.
Jika akuisisi berjalan mulus, KRYA berpeluang menjadi kontraktor utama untuk proyek energi hijau, PLTS, dan ekosistem kendaraan listrik nasional.
Pergeseran ini bukan hanya mengubah struktur pemegang saham, tetapi juga misi dan positioning perusahaan di mata publik dan pasar modal.
Dari emiten konstruksi lokal, KRYA dipersiapkan menjadi perusahaan energi hijau berstandar internasional.
Langkah akuisisi ini mencerminkan konvergensi sektor konstruksi dan energi dalam skala strategis.
Dan jika semua tahapan rampung, KRYA bisa jadi menjadi wajah baru sektor EBT di lantai bursa Indonesia.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.