JAKARTA, BursaNusantara.com – Perusahaan-perusahaan asal China masih aktif membangun pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) baru di Indonesia, meskipun telah berkomitmen pada 2021 untuk menghentikan pembiayaan proyek batubara di luar negeri.
Fakta ini terungkap dalam laporan analisis investasi energi negara-negara BRICS yang dirilis pada Selasa (29/4), seperti dikutip dari Reuters.
Keterlibatan China dalam Pembangunan PLTU Baru
Menurut lembaga think tank Global Energy Monitor (GEM) yang berbasis di Amerika Serikat, China saat ini terlibat dalam pembangunan kapasitas pembangkit listrik tenaga batubara sebesar 7,7 gigawatt di Indonesia.
Baca Juga: Indonesia Resmi Gabung BRICS, Peluang Ekonomi Baru di Tengah Dinamika Global
Sebagian besar proyek ini ditujukan untuk mendukung operasional smelter nikel yang tersebar di berbagai wilayah tanah air.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa meskipun ada pergeseran global menuju energi bersih, dorongan untuk memenuhi kebutuhan energi dari sektor pertambangan justru mempertahankan ketergantungan pada batubara. Ini menjadi paradoks tersendiri di tengah komitmen pengurangan emisi karbon.
Posisi BRICS dan Ketergantungan pada Energi Fosil
Blok BRICS, yang awalnya dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, dan China pada 2009, kini telah memperluas keanggotaannya.
Bersama mitra barunya seperti Nigeria, Kazakhstan, dan Indonesia, BRICS kini mencakup seperempat dari total ekonomi global serta setengah dari total emisi karbon dioksida dunia.
Walaupun terdapat kemajuan dalam penggunaan energi terbarukan di Brasil, India, dan China, sepuluh anggota baru dan mitra BRICS masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat.
Baca Juga: Proyek PLTU Baru China Jadi Angin Segar Bagi Ekspor Batubara RI
Laporan GEM mengungkapkan bahwa kapasitas proyek berbahan bakar fosil yang sedang dibangun mencapai 25 GW, jauh melampaui kapasitas proyek energi surya dan angin yang hanya 2,3 GW.
Lebih lanjut, kapasitas tambahan sebesar 63 GW berbahan bakar gas juga tengah dikembangkan, menunjukkan dominasi berkelanjutan energi fosil dalam agenda pembangunan energi negara-negara tersebut.
Dominasi China dalam Proyek Energi Fosil
Penelitian GEM menyebutkan, 62% dari kapasitas pembangkit listrik yang tengah dibangun di sepuluh negara tersebut bergantung pada dukungan dari badan usaha milik negara Tiongkok.
Dukungan ini mencakup pembiayaan, pengadaan, teknik, hingga konstruksi. Khusus untuk pembangkit listrik tenaga batubara, China tercatat mendukung 88% dari seluruh proyek baru yang saat ini sedang berjalan.
Baca Juga: Sentimen Bisnis Anjlok, Resesi Global Kian Dekat
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup China belum memberikan komentar terkait laporan ini saat dimintai tanggapan oleh Reuters.
Janji 2021 dan Realita di Lapangan
Pada tahun 2021, Presiden Xi Jinping secara resmi menyatakan bahwa China tidak akan lagi membantu pembangunan atau pembiayaan proyek PLTU di luar negeri.
Namun kenyataannya, sejak deklarasi tersebut dibuat, tercatat ada tambahan kapasitas sebesar 26,2 GW PLTU baru yang tetap dibangun dengan dukungan China, menurut studi terbaru yang dirilis tahun lalu.
Situasi ini menunjukkan adanya celah antara pernyataan kebijakan dan implementasi di lapangan, yang berpotensi memperlambat upaya global dalam mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga: Bank Dunia,Tarif AS Perburuk Utang dan Ekonomi Negara Berkembang
Perubahan Iklim Jadi Agenda Utama di Pertemuan BRICS
Isu perubahan iklim dipastikan menjadi salah satu agenda utama dalam pertemuan para pemimpin BRICS yang akan digelar di Brasil pada bulan Juni mendatang.
Negara tuan rumah berencana mendorong China serta anggota lainnya untuk mengambil langkah yang lebih konkret dalam mengurangi emisi karbon menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP 30 yang akan berlangsung pada bulan November.
Tekanan terhadap negara-negara besar seperti China untuk memperkuat komitmen iklim semakin meningkat, seiring dengan urgensi global dalam mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Silakan masuk untuk bergabung dalam diskusi