JAKARTA, BursaNusantara.com – Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di semester I-2025 telah menembus angka Rp131,2 triliun atau setara 43,7% dari total plafon tahunan sebesar Rp280 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan capaian ini dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR pada Selasa, 1 Juli 2025, sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mendukung pemberdayaan UMKM nasional.
Dalam langkah strategis berikutnya, pemerintah mengaitkan penyaluran KUR dengan pengembangan Koperasi Desa Merah Putih yang ditargetkan mencapai 80.000 unit secara nasional.
Strategi Pendanaan UMKM Lewat Koperasi Desa
Bank-bank anggota Himbara menjadi jembatan utama untuk menyalurkan KUR ke masing-masing Kopdes Merah Putih yang mengajukan proposal bisnis.
Setiap koperasi berhak mendapatkan plafon pinjaman maksimal Rp3 miliar untuk belanja modal maupun biaya operasional dengan tenor hingga 6 tahun.
Pemerintah menanggung bunga sebesar 6% dari pinjaman tersebut, menjadikan program ini sebagai salah satu skema kredit mikro dengan beban bunga terendah di kawasan ASEAN.
Program ini juga menciptakan kesinambungan antara pembiayaan perbankan dan ekosistem dana desa melalui jaminan intersep yang diambil dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil.
Mekanisme Intersep: Skema Proteksi Koperasi Gagal Bayar
Skema intersep yang disiapkan pemerintah menjadi alat mitigasi risiko kredit terhadap koperasi yang belum memenuhi kelayakan bankable.
Jika suatu koperasi mengalami gagal bayar atau tak memenuhi kelayakan pinjaman, maka pembayaran akan dialihkan langsung dari dana transfer pemerintah pusat ke daerah.
Hal ini memastikan perputaran modal tetap berjalan, menghindari potensi kredit macet, dan menumbuhkan kepercayaan bank terhadap sektor koperasi dan UMKM.
Subsidi Bunga Naik Tipis, Tantangan Masih di Administrasi
Hingga semester I-2025, realisasi subsidi bunga KUR tercatat mencapai Rp9,9 triliun atau 26% dari pagu dalam APBN 2025 yang jumlahnya tidak diungkap dalam raker.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan tipis dibandingkan semester I-2024 yang hanya Rp9,75 triliun meski penyaluran KUR meningkat signifikan.
Namun proses administrasi, termasuk mekanisme klaim dan pencairan subsidi bunga oleh perbankan, masih menjadi tantangan utama yang memengaruhi serapan anggaran.
Kondisi ini menandakan bahwa kecepatan eksekusi program pembiayaan belum sepenuhnya sejalan dengan target penyaluran yang ambisius.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun program KUR-Kopdes ini dinilai progresif, tantangan utamanya terletak pada kapasitas pengelolaan koperasi di tingkat desa.
Banyak koperasi belum memiliki manajemen profesional dan pencatatan keuangan yang rapi, yang dapat menghambat proses verifikasi kelayakan kredit.
Selain itu, resistensi dari perbankan untuk menyalurkan dana ke entitas yang belum bankable akan tetap tinggi jika tidak diimbangi dengan pelatihan dan pendampingan intensif.
Pengawasan realisasi dana dan kualitas kredit juga menjadi sorotan agar tidak berujung pada pemborosan anggaran dan moral hazard pada tingkat desa.
Sinyal Pemerintah soal Reformasi Ekonomi dari Akar Rumput
Melalui integrasi program KUR dengan koperasi desa, pemerintah ingin membangun fondasi baru ekonomi nasional yang berbasis pada ekonomi kerakyatan.
Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pemerintahan saat ini tidak hanya fokus pada sektor industri besar, namun juga serius mendorong transformasi ekonomi dari akar rumput.
Sri Mulyani menyebut bahwa keberhasilan program ini tidak semata bergantung pada dana yang disalurkan, tetapi pada kualitas tata kelola koperasi dan efektivitas belanja modal.
Program ini diharapkan menjadi prototipe penyaluran kredit mikro modern yang berdaya guna dan terintegrasi langsung dengan sistem keuangan negara.
Dorongan Politik Anggaran dan Agenda Pemilu
Di tengah tahun politik menjelang Pemilu 2029, program ini juga dapat dibaca sebagai langkah strategis pemerintah untuk memperkuat citra sebagai penggerak ekonomi desa.
Dukungan penuh dari Kementerian Keuangan terhadap KUR Kopdes Merah Putih menjadi sinyal kuat bahwa alokasi anggaran akan diprioritaskan untuk inisiatif yang menyentuh langsung masyarakat.
Dengan struktur pendanaan yang disubsidi negara dan perlindungan risiko melalui intersep, pemerintah tampak ingin menciptakan ekosistem kredit mikro yang tidak hanya adil, tetapi juga berkelanjutan.
Namun kesuksesan program ini baru bisa diukur setelah koperasi benar-benar beroperasi dan mampu mengembalikan kredit tanpa intervensi.