Prospek Sektor Manufaktur 2025: Tantangan dan Peluang
Sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Dengan target pertumbuhan ekonomi hingga 5,7% pada 2025, sektor ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak utama pembangunan nasional. Namun, realisasi target tersebut tidaklah mudah mengingat sederet tantangan yang ada.
Kontribusi Manufaktur pada Perekonomian
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB mencapai 18,67% pada 2023, menyumbang 0,95% dari total pertumbuhan ekonomi 5,05%. Pada kuartal III-2024, kontribusi ini naik menjadi 0,96% secara tahunan. Meski demikian, angka tersebut masih jauh dari target pertumbuhan double digit yang diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
Hilirisasi sebagai Solusi
Program hilirisasi menjadi salah satu fokus utama. Dengan menambah nilai produk berbasis sumber daya alam, hilirisasi dapat meningkatkan daya saing global, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Studi Bank Dunia (2012) menunjukkan bahwa negara berkembang yang berhasil mengimplementasikan hilirisasi cenderung memiliki ekonomi yang lebih stabil. Pemerintah Indonesia telah memprioritaskan hilirisasi grafit dan ekosistem kendaraan listrik sebagai motor penggerak manufaktur.
Tantangan yang Mengadang
Meski ada optimisme, berbagai kendala tetap membayangi. Salah satu masalah utama adalah iklim usaha yang belum kondusif. Praktik pungutan liar dan ketidakpastian kebijakan pajak terus menjadi hambatan. Kenaikan PPN menjadi 12% juga diproyeksikan menambah biaya produksi hingga 5%, yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.
Persoalan Infrastruktur dan Logistik
Keterbatasan infrastruktur logistik menjadi masalah signifikan. Indeks Kinerja Logistik Bank Dunia 2023 menempatkan Indonesia di peringkat ke-46, tertinggal jauh dari Singapura dan Malaysia. Efisiensi logistik yang hanya mencapai 67% memperlambat akses ke pasar ekspor.
Dampak Global dan Diversifikasi Pasar
Ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi global turut memengaruhi kinerja manufaktur Indonesia. Volume ekspor manufaktur hanya tumbuh 2,5% pada 2024, jauh dari target 5%. Diversifikasi pasar ke wilayah Afrika dan Timur Tengah dinilai sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada Amerika dan Eropa.
Peran Tenaga Kerja dan Pendidikan
Sektor manufaktur mempekerjakan lebih dari 18 juta orang pada 2023, atau sekitar 14% dari total angkatan kerja. Namun, keterampilan tenaga kerja menjadi tantangan utama. Data BPS menunjukkan bahwa 55% tenaga kerja hanya memiliki pendidikan setara SMA atau lebih rendah. Investasi dalam pelatihan vokasional dan sertifikasi diperlukan untuk meningkatkan daya saing.
Masa Depan Manufaktur Indonesia
Meski tantangan begitu besar, sektor manufaktur memiliki potensi besar untuk menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Melalui upaya hilirisasi, perbaikan infrastruktur, dan reformasi kebijakan yang konsisten, target pertumbuhan double digit masih memungkinkan.
Tahun 2025 menjadi momen penting untuk menentukan arah sektor manufaktur. Apakah Indonesia mampu memenuhi ambisi besar ini? Hanya waktu yang akan menjawab.
Follow Channel Telegram Bursa Nusantara Official.
Telegram