JAKARTA, bursa.nusantaraofficial.com –Pemulihan daya beli masyarakat dan revitalisasi dunia usaha menjadi agenda mendesak yang harus diutamakan oleh pemerintah pada 2025. Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), M Aminudin atau yang dikenal sebagai Gus Amin, menegaskan bahwa langkah-langkah konkret seperti menurunkan harga BBM dan pajak perlu segera diimplementasikan.
Stabilitas Politik, Fondasi Ekonomi
Tahun 2024 menunjukkan stabilitas politik yang baik, mencerminkan kedewasaan demokrasi Indonesia. Gus Amin menekankan pentingnya rekonsiliasi kebijakan negara yang berpihak pada kemaslahatan rakyat. Pemerintah harus kembali ke arah kebijakan ekonomi yang lebih pro-rakyat sesuai amanah UUD 1945.
“Jika ekonomi tidak segera diperbaiki, Indonesia bisa menghadapi krisis seperti yang dialami Sri Lanka pada 2022. Hutang Indonesia saat ini lebih dari 1.000% dibandingkan Sri Lanka,” ujar Gus Amin dalam wawancara dengan Investor Daily.
Lonjakan PHK dan Dampaknya pada Kelas Menengah
Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sepanjang 2024, sekitar 80.000 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), meningkat dari 60.000 pada 2023. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata terdapat 1 juta pekerja yang kehilangan pekerjaan, menciptakan kecemasan di kalangan kelas menengah ke bawah.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah Bank Mandiri juga mencatat penurunan proporsi kelas menengah dari 21,45% pada 2019 menjadi 17,44% pada 2023. Sekitar 9,48 juta kelas menengah jatuh ke kelompok rentan miskin.
“Penurunan ini bukan karena mereka naik kelas, tetapi justru terjun ke tingkat kemiskinan,” tambahnya. Jumlah kelompok rentan miskin juga meningkat drastis, dari 54,97 juta pada 2019 menjadi 67,69 juta pada 2024.
Harga BBM dan Pajak Tinggi, Akar Masalah Ekonomi
Gus Amin menyebut bahwa kenaikan harga BBM menjadi salah satu faktor utama kemerosotan daya beli masyarakat. Kenaikan harga BBM sebesar 30% pada Maret 2022 menyebabkan peningkatan angka kemiskinan, sebagaimana dirilis BPS.
Kenaikan BBM memiliki efek ganda (multiplier effect) yang signifikan, memicu inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat. “Pada 2005, kenaikan harga BBM meningkatkan inflasi hingga 11,7%,” jelas Gus Amin.
Harga BBM Indonesia juga dinilai terlalu mahal dibandingkan negara lain. Sebagai contoh, pada November 2024, BBM Ron 95 di Malaysia dijual dengan harga Rp 7.292 per liter, jauh lebih murah daripada di Indonesia. Gus Amin menegaskan bahwa harga Pertalite seharusnya bisa dijual di bawah Rp 7.500 per liter.
Di sisi lain, kebijakan kenaikan pajak, seperti PPN menjadi 12%, dinilai memberatkan masyarakat dan pelaku usaha. Tarif ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Myanmar yang hanya memungut 7%.
“Pajak yang tinggi namun pertumbuhan ekonomi rendah menunjukkan adanya kebijakan yang salah arah. Dengan menurunkan pajak, daya beli masyarakat akan meningkat, dan sektor riil akan menggeliat kembali,” ujarnya.
Solusi untuk Pemulihan Ekonomi
Gus Amin menyarankan beberapa langkah strategis untuk memulihkan ekonomi rakyat:
- Penurunan Harga BBM, Listrik, dan Pajak: Harga BBM di bawah Rp 7.500 per liter adalah keharusan untuk meringankan beban ekonomi rakyat dan dunia usaha.
- Efisiensi Birokrasi dan Pemangkasan Gaji Pejabat Tinggi: Langkah ini meniru kebijakan negara maju seperti Singapura dan Inggris saat menghadapi krisis.
- Peningkatan Penerimaan Negara: Pemerintah dapat mengejar harta koruptor baik di dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani rakyat.
- Reformasi Kebijakan Ekonomi Pro-Rakyat: Pemerintah harus kembali pada prinsip ekonomi yang pro-poor dan pro-nasional untuk memastikan kesejahteraan rakyat.
Kesimpulan
Agenda pemulihan daya beli masyarakat harus menjadi prioritas utama pemerintah pada 2025. Langkah-langkah seperti menurunkan harga BBM dan pajak serta memperbaiki kebijakan ekonomi makro menjadi kunci untuk menghindari krisis ekonomi yang lebih dalam. Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mengembalikan kekuatan daya beli masyarakat, menggairahkan dunia usaha, dan menciptakan masa depan ekonomi yang lebih cerah.
JAKARTA, bursa.nusantaraofficial.com –Pemulihan daya beli masyarakat dan revitalisasi dunia usaha menjadi agenda mendesak yang harus diutamakan oleh pemerintah pada 2025. Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), M Aminudin atau yang dikenal sebagai Gus Amin, menegaskan bahwa langkah-langkah konkret seperti menurunkan harga BBM dan pajak perlu segera diimplementasikan.
Stabilitas Politik, Fondasi Ekonomi
Tahun 2024 menunjukkan stabilitas politik yang baik, mencerminkan kedewasaan demokrasi Indonesia. Gus Amin menekankan pentingnya rekonsiliasi kebijakan negara yang berpihak pada kemaslahatan rakyat. Pemerintah harus kembali ke arah kebijakan ekonomi yang lebih pro-rakyat sesuai amanah UUD 1945.
“Jika ekonomi tidak segera diperbaiki, Indonesia bisa menghadapi krisis seperti yang dialami Sri Lanka pada 2022. Hutang Indonesia saat ini lebih dari 1.000% dibandingkan Sri Lanka,” ujar Gus Amin dalam wawancara dengan Investor Daily.
Lonjakan PHK dan Dampaknya pada Kelas Menengah
Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sepanjang 2024, sekitar 80.000 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), meningkat dari 60.000 pada 2023. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata terdapat 1 juta pekerja yang kehilangan pekerjaan, menciptakan kecemasan di kalangan kelas menengah ke bawah.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah Bank Mandiri juga mencatat penurunan proporsi kelas menengah dari 21,45% pada 2019 menjadi 17,44% pada 2023. Sekitar 9,48 juta kelas menengah jatuh ke kelompok rentan miskin.
“Penurunan ini bukan karena mereka naik kelas, tetapi justru terjun ke tingkat kemiskinan,” tambahnya. Jumlah kelompok rentan miskin juga meningkat drastis, dari 54,97 juta pada 2019 menjadi 67,69 juta pada 2024.
Harga BBM dan Pajak Tinggi, Akar Masalah Ekonomi
Gus Amin menyebut bahwa kenaikan harga BBM menjadi salah satu faktor utama kemerosotan daya beli masyarakat. Kenaikan harga BBM sebesar 30% pada Maret 2022 menyebabkan peningkatan angka kemiskinan, sebagaimana dirilis BPS.
Kenaikan BBM memiliki efek ganda (multiplier effect) yang signifikan, memicu inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat. “Pada 2005, kenaikan harga BBM meningkatkan inflasi hingga 11,7%,” jelas Gus Amin.
Harga BBM Indonesia juga dinilai terlalu mahal dibandingkan negara lain. Sebagai contoh, pada November 2024, BBM Ron 95 di Malaysia dijual dengan harga Rp 7.292 per liter, jauh lebih murah daripada di Indonesia. Gus Amin menegaskan bahwa harga Pertalite seharusnya bisa dijual di bawah Rp 7.500 per liter.
Di sisi lain, kebijakan kenaikan pajak, seperti PPN menjadi 12%, dinilai memberatkan masyarakat dan pelaku usaha. Tarif ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Myanmar yang hanya memungut 7%.
“Pajak yang tinggi namun pertumbuhan ekonomi rendah menunjukkan adanya kebijakan yang salah arah. Dengan menurunkan pajak, daya beli masyarakat akan meningkat, dan sektor riil akan menggeliat kembali,” ujarnya.
Solusi untuk Pemulihan Ekonomi
Gus Amin menyarankan beberapa langkah strategis untuk memulihkan ekonomi rakyat:
- Penurunan Harga BBM, Listrik, dan Pajak: Harga BBM di bawah Rp 7.500 per liter adalah keharusan untuk meringankan beban ekonomi rakyat dan dunia usaha.
- Efisiensi Birokrasi dan Pemangkasan Gaji Pejabat Tinggi: Langkah ini meniru kebijakan negara maju seperti Singapura dan Inggris saat menghadapi krisis.
- Peningkatan Penerimaan Negara: Pemerintah dapat mengejar harta koruptor baik di dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani rakyat.
- Reformasi Kebijakan Ekonomi Pro-Rakyat: Pemerintah harus kembali pada prinsip ekonomi yang pro-poor dan pro-nasional untuk memastikan kesejahteraan rakyat.
Kesimpulan
Agenda pemulihan daya beli masyarakat harus menjadi prioritas utama pemerintah pada 2025. Langkah-langkah seperti menurunkan harga BBM dan pajak serta memperbaiki kebijakan ekonomi makro menjadi kunci untuk menghindari krisis ekonomi yang lebih dalam. Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mengembalikan kekuatan daya beli masyarakat, menggairahkan dunia usaha, dan menciptakan masa depan ekonomi yang lebih cerah.