HOUSTON, Bursa.NusantaraOfficial.com – Harga minyak dunia kembali turun pada Jumat (17/1/2025). Kontrak berjangka Brent mengalami penurunan sebesar 50 sen atau 0,6% menjadi US$ 80,79 per barel, sementara kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) di AS turun 80 sen atau 1% menjadi US$ 77,88 per barel.
Meski demikian, baik Brent maupun WTI tetap mencatatkan kenaikan mingguan berturut-turut selama empat pekan terakhir, masing-masing sebesar 1,3% dan 1,7%.
Penurunan harga ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar atas gangguan pasokan minyak akibat sanksi baru Amerika Serikat (AS) terhadap perdagangan energi Rusia.
Sanksi ini mencakup produsen minyak dan kapal tanker Rusia, sehingga menyebabkan ketatnya pasokan di Eropa, India, dan China.
Sanksi AS Menekan Pasar Minyak
Analis senior dari Price Futures Group, Phil Flynn, menjelaskan bahwa langkah pemerintah AS memperluas sanksi terhadap Rusia menjadi faktor utama dalam dinamika harga minyak global.
Pemerintahan Presiden Joe Biden baru saja mengumumkan sanksi tambahan yang lebih luas, menargetkan rantai pasokan energi Rusia.
“Sanksi terhadap Rusia menyebabkan ketatnya pasokan di pasar global, terutama di wilayah Eropa, India, dan China,” ungkap Flynn.
Pekan depan, perhatian investor akan tertuju pada kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih. Presiden terpilih AS tersebut telah mengindikasikan niat untuk memberlakukan sanksi yang lebih ketat terhadap minyak Rusia. Hal ini semakin meningkatkan ketidakpastian di pasar.
Posisi Investasi Minyak Naik
Menurut data dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC), para manajer investasi meningkatkan posisi beli bersih pada kontrak berjangka dan opsi minyak mentah AS hingga 14 Januari. Posisi gabungan di New York dan London naik sebanyak 8.038 kontrak menjadi 215.193 kontrak.
Langkah ini mencerminkan optimisme investor terhadap potensi kenaikan harga minyak di masa depan, meskipun pasar saat ini sedang menghadapi volatilitas tinggi akibat ketidakpastian geopolitik dan cuaca ekstrem.
Gencatan Senjata dan Dampaknya Terhadap Minyak
Selain faktor geopolitik, ekspektasi penghentian serangan oleh milisi Houthi Yaman terhadap kapal-kapal di Laut Merah turut memengaruhi harga minyak. Serangan ini sebelumnya mengganggu pengiriman global, memaksa kapal-kapal menempuh rute lebih panjang dan mahal melalui selatan Afrika.
Kabinet keamanan Israel pada Jumat menyetujui perjanjian gencatan senjata, membuka jalan bagi pengurangan ketegangan di wilayah tersebut. Namun, keputusan ini masih harus mendapatkan persetujuan dari kabinet penuh Israel.
Pengurangan Jumlah Rig Minyak di AS
Sementara itu, jumlah rig minyak di AS, yang menjadi indikator output masa depan, turun sebanyak dua rig menjadi 478 rig minggu ini, menurut laporan perusahaan jasa energi Baker Hughes. Penurunan jumlah rig ini menjadi sinyal berkurangnya aktivitas eksplorasi minyak di AS, yang dapat memengaruhi pasokan di masa depan.
Cuaca ekstrem berupa udara Arktik yang diperkirakan melanda sebagian besar wilayah AS juga menjadi faktor penting. Suhu di bawah titik beku mulai Jumat hingga pekan depan dapat meningkatkan permintaan minyak pemanas dan memengaruhi operasi produksi.
Meskipun harga minyak mengalami penurunan pada akhir pekan, tren mingguan tetap menunjukkan kenaikan berturut-turut selama empat pekan. Dinamika pasar ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sanksi AS terhadap Rusia, pengurangan jumlah rig minyak di AS, hingga ekspektasi pengurangan ketegangan di Timur Tengah.
Dengan situasi geopolitik dan kondisi cuaca yang terus berubah, pasar minyak diperkirakan tetap fluktuatif dalam beberapa waktu mendatang.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.