Geser kebawah untuk baca artikel
HeadlinePasarSaham

Saham-Saham Tertekan di 2025: Kebijakan PPN 12% dan Dampaknya

×

Saham-Saham Tertekan di 2025: Kebijakan PPN 12% dan Dampaknya

Sebarkan artikel ini
saham saham tertekan di 2025 kebijakan ppn 12 persen dan dampaknya kompres
Tahun 2025, saham Indonesia menghadapi tekanan akibat kebijakan PPN 12%. Simak dampaknya pada sektor ritel, otomotif, properti, dan lainnya.

JAKARTA, Bursa Nusantara Official – Tahun 2025 akan menjadi tantangan besar bagi pasar saham Indonesia. Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku 1 Januari diproyeksikan menekan sektor-sektor strategis yang bergantung pada konsumsi domestik, seperti ritel, otomotif, dan properti.

Dampak pada Daya Beli Masyarakat

Kenaikan PPN ini dianggap sebagai pukulan besar terhadap daya beli masyarakat. Hendra Wardana, Founder Stocknow.id, menjelaskan bahwa sektor-sektor konsumsi sekunder dan tersier akan terkena dampak paling signifikan. “Dengan daya beli yang menurun, potensi penurunan penjualan dan laba menjadi nyata,” ungkapnya.

Sektor Ritel dan Otomotif di Bawah Tekanan

Sektor ritel diprediksi menjadi salah satu yang paling terdampak. Emiten seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), yang menyasar kelas menengah, kemungkinan besar akan mengalami penurunan pendapatan akibat melemahnya konsumsi domestik.

Di sektor otomotif, PT Astra International Tbk (ASII) diperkirakan menghadapi tantangan berat. “Kenaikan harga bahan bakar, ketidakpastian ekonomi, dan tambahan PPN semakin memperburuk situasi,” tambah Hendra. Hal ini dapat berdampak pada penjualan kendaraan baru dan komponen otomotif.

Properti dan Tantangan Baru

Sektor properti juga tidak luput dari dampak kebijakan ini. Pengembang besar seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menghadapi tantangan mempertahankan daya tarik proyek mereka. Kenaikan harga rumah akibat tambahan PPN dan kenaikan harga bahan bangunan dapat menurunkan minat konsumen pada properti baru.

Transportasi, Logistik, dan Telekomunikasi

Perusahaan transportasi seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), ASSA (Anteraja), dan PT Weha Transportasi Indonesia Tbk (WEHA) diperkirakan menghadapi kenaikan biaya operasional signifikan. Jika tidak diimbangi efisiensi atau penyesuaian tarif jasa, margin laba mereka akan tertekan.

Di sektor telekomunikasi, PT Telkom Indonesia (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Indosat Tbk (ISAT) menghadapi potensi penurunan permintaan layanan. Sementara itu, sektor infrastruktur bisa terkendala dalam membiayai proyek baru akibat tambahan pajak.

Ramalan Boy Thohir: Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Boy Thohir, salah satu tokoh berpengaruh di pasar modal Indonesia, menyarankan para investor untuk tetap selektif dalam memilih saham. “Carilah emiten yang mampu bertahan dan beradaptasi dengan efisiensi operasional,” ujar Boy. Sektor yang berorientasi ekspor atau berhubungan dengan komoditas mungkin menjadi pilihan lebih aman di tengah tekanan kebijakan baru ini.

Tahun 2025 membawa tantangan besar bagi berbagai sektor ekonomi di Indonesia. Kebijakan PPN 12% menjadi faktor utama yang menekan daya beli masyarakat dan profitabilitas perusahaan. Investor harus lebih berhati-hati dan fokus pada emiten yang memiliki strategi adaptif terhadap perubahan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di:

LinkedIn X Telegram Discord Whatsapp Channel