Sri Mulyani: Efisiensi Anggaran Rp306,69 T Justru Dongkrak Ekonomi
JAKARTA, Bursa.NusantaraOfficial.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan penghematan anggaran Rp306,69 triliun pada APBN 2025 tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Alih-alih memangkas belanja negara, dana hasil efisiensi justru dialihkan ke program prioritas dengan dampak ganda (multiplier effect) tinggi. Simak analisis kebijakan ini!
Inpres 1/2025: Efisiensi Rp306,69 T untuk Refocusing APBN
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah melakukan efisiensi anggaran senilai Rp306,69 triliun, terdiri dari:
- Rp256,1 triliun dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L).
- Rp50,5 triliun dari transfer ke daerah.
Sri Mulyani menekankan bahwa total belanja negara tetap dipertahankan di angka Rp3.621,3 triliun. “Ini bukan pengurangan, tapi refocusing. Dana dialihkan ke program yang berdampak besar,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jumat (14/2/2025).
Prioritas Baru: Manfaatkan Efisiensi untuk Multiplier Effect
Mantan Direktur Bank Dunia ini menjelaskan, realokasi dana bertujuan meningkatkan kualitas belanja. Contoh program prioritas yang akan dioptimalkan meliputi:
- Infrastruktur strategis (jalan tol, bendungan, listrik).
- Subsidi energi terbarukan dan transisi hijau.
- Perlindungan sosial (BPJS, bantuan UMKM, Kartu Prakerja).
“Jika dana dialihkan ke aktivitas dengan multiplier effect besar, dampaknya justru lebih positif bagi ekonomi,” tegas Sri Mulyani.
Mekanisme Pengawasan: Efisiensi Bukan Sekadar Penghematan
Kementerian Keuangan akan memantau ketat realisasi anggaran hasil efisiensi. Dua fokus utama:
- Percepatan Penyerapan Anggaran: Pastikan dana cair tepat waktu ke proyek prioritas.
- Pencegahan Pemborosan: Optimalkan penggunaan anggaran di level K/L dan daerah.
“Semangat efisiensi harus diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas,” tambah Sri Mulyani.
Analisis Ekonom: Efisiensi Bisa Picu Pertumbuhan 5,2% di 2025
Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, memperkirakan kebijakan ini berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi ke level 5,2% pada 2025, asalkan:
- Alokasi belanja prioritas tepat sasaran.
- Penyerapan anggaran infrastruktur mencapai minimal 95%.
- Efisiensi birokrasi mengurangi inefisiensi belanja hingga 15%.
Tantangan ke Depan: Antisipasi Resistensi Birokrasi
Meski dinilai progresif, kebijakan ini berisiko menghadapi tantangan:
- Penolakan K/L: Pemotongan anggaran bisa mengurangi “kekuasaan” institusi.
- Koordinasi Pusat-Daerah: Perbedaan prioritas berpotensi memperlambat realisasi transfer ke daerah.
Sri Mulyani menyiapkan skenario mitigasi:
- Insentif Performa: K/L dengan penyerapan anggaran efisien mendapat bonus alokasi.
- Sanksi Tegas: Institusi boros dikenai pemotongan anggaran tahun berikutnya.
Pesan untuk Publik: Efisiensi Bukan Aksi Penghematan Sembarang
Menteri Keuangan mengimbau masyarakat tidak khawatir. “Efisiensi ini bukan untuk mengorbankan kualitas layanan, tapi memastikan APBN bekerja maksimal untuk rakyat,” pungkasnya.