Harga Minyak Naik, tetapi Tetap dalam Tren Pelemahan Tiga Pekan
HOUDSON, Bursa.NusantaraOfficial.com – Harga minyak dunia mengalami kenaikan pada Jumat (7/2/2025) setelah sanksi terbaru terhadap ekspor minyak mentah Iran diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS).
Meskipun demikian, secara mingguan, harga minyak tetap dalam tren pelemahan selama tiga pekan berturut-turut akibat meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap kebijakan tarif baru Presiden AS Donald Trump terhadap China dan potensi dampaknya terhadap ekonomi global.
Harga minyak Brent tercatat naik 0,5% atau 37 sen menjadi US$ 74,66 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 39 sen atau 0,55% menjadi US$ 71,00 per barel. Namun, secara keseluruhan dalam sepekan terakhir, harga minyak Brent masih turun lebih dari 2%.
Sanksi AS terhadap Iran Dorong Harga Minyak
Sanksi terbaru yang diumumkan Departemen Keuangan AS pada Kamis (6/2/2025) menargetkan individu dan kapal tanker yang membantu Iran mengekspor jutaan barel minyak ke China. Langkah ini bertujuan memperketat tekanan terhadap Iran di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.
Analis menilai bahwa sanksi ini memberikan dorongan sementara bagi harga minyak, tetapi belum cukup untuk mengubah tren penurunan dalam jangka pendek.
John Kilduff, mitra di Again Capital LLC, mengatakan bahwa meskipun sanksi terhadap Iran dapat menjadi katalis positif bagi pasar minyak, faktor lain seperti kebijakan tarif yang diterapkan pemerintahan Trump membatasi kenaikan harga.
“Pasar sedang mencoba beradaptasi dengan kombinasi sanksi, kebijakan tarif, dan berbagai pernyataan dari Gedung Putih,” ujar Kilduff. Ia menambahkan bahwa level US$ 70 per barel kemungkinan menjadi batas bawah harga minyak WTI untuk saat ini.
Tarif Trump dan Kekhawatiran Ekonomi Global
Presiden Donald Trump sebelumnya telah mengumumkan kebijakan tarif baru yang menargetkan China dan berpotensi berdampak pada negara lain. Analis melihat bahwa kebijakan ini berisiko menekan pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya dapat mengurangi permintaan energi, termasuk minyak mentah.
Menurut laporan BMI Research, tekanan terhadap harga minyak terutama berasal dari kekhawatiran pasar mengenai dampak perang dagang terhadap permintaan energi global. “Tarif yang diterapkan, serta respons balasan dari berbagai negara, berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi dan akhirnya mengurangi konsumsi minyak,” jelas laporan tersebut.
Michael Haigh, Kepala Riset Komoditas di Societe Generale, menyebut bahwa tarif dan ketidakpastian kebijakan dapat menjadi sentimen bullish bagi pasar minyak. “Namun, respons pasar masih terbatas karena kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global yang lebih besar,” ungkapnya.
Selain kebijakan tarif terhadap China, Trump juga telah menangguhkan rencana tarif tinggi terhadap Meksiko dan Kanada, tetapi tetap menerapkan tarif 10% pada beberapa impor dari China. Kebijakan ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong volatilitas harga minyak dalam beberapa pekan terakhir.
Produksi Minyak AS dan Persediaan yang Meningkat
Selain faktor geopolitik dan kebijakan tarif, peningkatan produksi minyak mentah AS juga memberikan tekanan terhadap harga minyak global. Data terbaru menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat jauh lebih besar dari perkiraan analis, sehingga memperkuat kekhawatiran akan kelebihan pasokan.
Phil Flynn, analis dari Price Futures Group, menyoroti bahwa pernyataan Trump mengenai komitmen untuk meningkatkan produksi minyak AS telah menciptakan ketidakpastian tambahan di pasar. “Trump bisa memberi dorongan, tapi juga bisa menariknya kembali. Produksi minyak AS yang terus meningkat dapat membatasi kenaikan harga minyak meskipun ada faktor bullish seperti sanksi Iran,” kata Flynn.
Harga Minyak Masih dalam Tekanan
Meskipun harga minyak mengalami kenaikan harian akibat sanksi AS terhadap Iran, tren mingguan masih menunjukkan pelemahan selama tiga pekan berturut-turut.
Faktor utama yang membebani pasar adalah ketidakpastian akibat kebijakan tarif Trump, peningkatan produksi minyak AS, serta kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Dengan kondisi pasar yang masih bergejolak, investor dan pelaku pasar energi akan terus mencermati perkembangan kebijakan AS serta faktor geopolitik lainnya yang dapat mempengaruhi harga minyak dalam beberapa pekan ke depan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait saham, komoditas, kripto atau surat berharga lainnya. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. BursaNusantara.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Silakan masuk untuk bergabung dalam diskusi